"Tidak diterima, itu otomatis ditolak," ujar juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, kepada wartawan, Senin (30/3/2020) malam. Sebelumnya Anies Baswedan menyatakan telah mengajukan surat ke pemerintah pusat untuk karantina wilayah di Jakarta. Langkah itu merupakan kebijakan lanjutan untuk menekan pandemi Corona di Jakarta.
Permintaan Anies itu ditolak setelah Jokowi mengumumkan akan menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Sebagaimana dilaporkan news.detik.com (31/03/2020) Fadroel mengakatan bahwa pemerintah daerah masih bisa menerapkan isolasi terbatas di wilayahnya. Isolasi itu diberlakukan di tingkat RT/RW atau desa.
Anies Baswedan, gubernur Jakarta (kronologi.id) Fadjroel Rachman juru bicara Presiden bersama Presiden Joko Widodo di Istana (pikiran-rakyat.com)
Arahan Presiden Jokowi:
Pada hari Senin, 30 Maret 2020 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin Rapat Terbatas (Ratas) melalui video conference dengan topik "Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19". Sebelum Presiden mendapatkan dan mendengarkan laporan dari Tim Gugus Tugas COVID-19. Presiden menekankan beberapa hal, yaitu:
1. Pastikan bahwa seluruh dokter, tenaga medis, perawat bisa bekerja dengan aman, dengan perawatan kesehatan yang memadai. Dan pada 23 Maret yang lalu, Pemerintah Pusat telah mengirimkan 165.000 APD ke setiap provinsi. Presiden meminta untuk betul-betul dipantau di provinsi dan harus segera dikirim. Dan, segera didistribusikan lagi ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di daerah, sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada masyarakat.
2. Berdasar laporan sebelumnya, yang diterima Presiden terkait stok APD makin terbatas dan perhitungan menunjukan bahwa dibutuhkan kurang lebih 3.000.000 APD hingga akhir Mei, maka Presiden meminta dilakukan percepatan pengadaan APD dan agar menggunakan produk dalam negeri. Karena data yang Presiden terima ada 28 perusahaan produsen APD di negara kita. Untuk mendukung produksi APD, agar diberi kemudahan untuk bahan baku yang masuk dari impor.
3. Presiden juga meminta untuk dilakukan percepatan pengembangan ventilator, hal yang mungkin negara lain juga mengalami kekurangan, dan bisa diproduksi di dalam negeri. Selain alat kesehatan, Presiden juga meminta ketersediaan rapid test, PCR, VTM untuk percepatan pemeriksaan di laboratorium. Untuk rapid test, Presiden meminta untuk memprioritaskan adalah tenaga kesehatan beserta seluruh lingkaran keluarganya dan khususnya ODP. Selanjutnya, yang perlu diperhatikan adalah pengadaan perangkat uji lab, seperti Reagen, PCR, VTM, yang sudah disampaikan Gubernur.
Petugas membersihkan gerbong MRT Jakarta cegah virus corona (cnnindonesia.com).
Presiden Jokowi rapat terbatas dengan kabinet Indonesia dengan teleconference (gesuri.id)
4. Mengenai sistem informasi pelayanan di RS rujukan, termasuk ketersediaan ruang perawatan di rumah sakit darurat, seperti di Wisma Atlet, harus dibuat Sistem pendaftaran yang terintegrasi secara online, sehingga semuanya bisa lebih cepat terlayani.
5. Presiden meminta kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil. 6. Presiden meminta untuk dipastikan bahwa apotek dan toko-toko penyuplai kebutuhan pokok bisa tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan tetap melakukan protokol jaga jarak yang ketat.
7. Bagi UMKM, pelaku usaha dan pekerja informal, harus segera disiapkan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi, serta segera diumumkan kepada masyarakat.
8. Terakhir, dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, Presiden meminta agar segera disiapkan aturan pelaksanaannya yang lebih jelas sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota sehingga mereka bisa kerja. 9. Presiden mengingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan, termasuk karantina wilayah adalah kewenangan Pemerintah Pusat, bukan kewenangan Pemerintah Daerah. 10. Presiden meminta seluruh menteri memastikan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memiliki visi dan kebijakan yang sama. Semuanya harus dikalkulasi dan dihitung, baik dari dampak kesehatan maupun dampak sosial ekonomi yang ada.
Selain arahan Presiden Joko Widodo tersebut di atas, adalah menarik untuk menyimak tayangan berisi pesan penting Rudi S. Kamri terkait pencegahan virus Corona. Sangat inspiratif.
Agar badai corona segara berlalu ayo kita bagikan kabar ini kepada keluarga serta para sahabat di jejaring sosial kita masing-masing baik di facebook, twitter , WA group dan sebagainya.
0 Comments
Otoritas Kerajaan Saudi melarang orang-orang masuk dan keluar dari ibu kota Riyadh, juga dari Mekah serta Madinah, untuk sementara waktu. Selain itu Saudi melarang pula pergerakan di antar provinsi-provinsi di seluruh wilayahnya. Berita penting ini dikutip oleh news.detik.com dari Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir AFP, Kamis (26/3/2020).
Untuk mempertegas perintah larangan itu kerajaan yang kini tidak lagi jaya di bidang minyak ini juga memberlakukan jam malam di ibu kota Riyadh erta dua kota tersuci bagi umat muslim, Madinah dan Mekah menyusul setelah ada laporan kematian kedua akibat virus Corona atau COVID-19.
Suasana Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi setelah ditutup untuk kegiatan ibadah (liputan6.com). Ketika Presiden Donald Trump berjumpa Xi Jinping di Florida, Amerika Serikat. Mereka sepakat kerjasama & bertukar informasi terkait virus Corona (liputan6.com)
Wabah Covid-19 ini adalah peristiwa global. Virus Corona tidak pandang bulu. Negara adidaya Amerika Serikat pun telah diserang virus mematikan yang belum ada vaksinnya ini. Warga AS yang terpapar sudah lebih daripada 100 ribu orang. Presiden Donald Trump akhirnya berbicara dengan Presiden Xi Jinping untuk bekerja sama bahu membahu untuk menanggulangi penyebaran virus berbahaya ini.
Sebelumnya, bahkan sejak di tahun pertama menghuni gedung putih, Donald Trump telah memaksakan perang dagang terhadap Tiongkok. Meskipun demikian Presiden Xi Jinping siap membantu tanpa syarat untuk memberikan informasi dan bantuan terkait penanganan Covid-19. Pemerintah Tiongkok maupun entitas swastanya seperti Jack Ma juga telah banyak membantu negara-negara lain di Eropa maupun di berbagai negara Amerika latin termasuk memberikan hibah APD serta alat kesehatan. Bantuan serupa juga diberikan kepada Indonesia.
Sebagaimana difahami Tiongkok adalah negara yang berideologi Komunis, namun dalam urusan ekonomi adalah negara yang sangat terbuka terhadap kerjasama dagang dan ekonomi, begitu pula di saat-saat seperti sekarang ini. Negara tirai bambu ini siap membantu negara-negara lain, bahkan mengirim tenaga medis serta obat-obatan ke Italia yang sangat menderita setelah ribuan orang penduduknya meninggal karena wabah Covid-19 ini.
Musibah dan krisis global yang berkaitan dengan kesehatan umat manusia ini seharusnya membuka mata siapapun dan apapun statusnya, bahwa sangat tidak elok bila masih bersikap nyinyir kepada pemerintahnya atau kepada presiden, perdana menteri atau kepada raja dan ratunya pada situasi seperti ini.
Para pakar dan hampir semua ahli di bidang kesehatan, ekonomi dan politik telah menyatakan bahwa tidak ada suatau negara pun yang siap untuk menghadapi virus Corona ini, namun dengan kerja sama dari warga serta kolaborasi antar negara, maka sebagaimana bencana lain serta wabah mematikan lainnya yang pernah terjadi sejak dahulu kala ini pasti bisa diatasi. Terlalu banyak mengeluh, apalagi menyebar ujaran kebencian dan melempar hoax terkait Covid-19 adalah aksi kontra produktif.
Patut disyukuri, ternyata banyak komunitas tua dan muda di Indonesia seperti warga Jakarta, juga para ibu-ibu yang bahu membahu tanpa banyak gembar gembor untuk memberikan bantuan masker, sembako, bahkan nasi kotak terhadap profesi yang berpenghasilan harian seperti pengemudi taksi, ojek online dan sektor informal lainnya.
Aksi kemanusiaan seperti itulah yang sepatutnya dilakukan oleh warga dunia. Jika tidak punya uang lebih, minimal membantu dengan menahan diri untuk tidak memforward apalagi mebuat berita hoax, juga menebar ujaran kebencian kepada para pemimpin atau orang lain. Kini saatnya para elite politik juga untuk membuktikan aksi nyata, minimal memberi solusi, bukan sekadar kritik membabi buta.
Presiden Jokowi meskipun tengah berduka setelah wafatnya ibunda tercinta, tetap tegar melaksanakan tugas termasuk menanggulangi Covid-19 (dara.co.id). Mr. Herman seorang pedagang kecil ikut aksi kemanusiaan yang dimotori ibu-ibu & warga Taman Bona Indah. Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tampak Pak Herman berkaus merah sedang menyerahkan bantuan nasi kotak kepada para supir taksi yang kini sepi penumpang (Dok. Herman)
Warga negara yang baik tidak bisa membiarkan pemerintah, paramedis, dokter, relawan, polisi dan TNI serta siapa saja yang berada di garda depan pada saat mereka melaksanakan tugas kemanusiaan terbesar ini sendirian tanpa partisipasi warga.
Kini saatnya bergerak dan membuktikan bahwa tradisi asli Indonesia, yaitu gotong royong adalah cara terbaik untuk meringankan beban warga lainnya, sehingga Presiden Jokowi serta para pemimpin lainnya bisa focus melaksanakan amanat konstitusi serta semua peraturan perundang-undangan dengan segala kebijakannya dengan lancar.
Rudi S. Kamri adalah orang yang ramah, senang ngopi dengan para sahabat. Namun sebagai pemerhati sosial dan politik yang mencintai persatuan di NKRI, maka Rudi akan muncul bagaikan singa yang akan melawan orang yang berniat untuk merusak kedamaian di Nusantara.
Para ibu dan bapak bangsa telah mewariskan Bhineka Tunggal Ika yang berdasarkan Pancasila, bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, budaya, agama, bahkan ratusan bahasa yang unik ini - pasti tidak rela jika persatuan itu diracuni oleh Virus Kebencian. Yang menyedihkan adalah ternyata ada yang menjadikan momen duka di keluarga Presiden Jokowi untuk menyebarkan virus kebendian itu. Kita pasti tahu bahwa Virus Corona atau Covid-19 memang sangat berbahaya dan mematikan, namun dengan sikap optimis dengan aksi yang tepat, maka sebagaimana virus berbahaya lainnya pasti bisa diantisipasi dengan baik dan bisa menyelamatkan umat manusia. Dunia telah membuktikan ini. Dengan idealismenya, kali ini Rudi S. Kamri di era sosial media ini kembali menulis dengan penanya yang tajam. Penting kita simak untuk pencerahan di tengah duka mendalam karena wabah Covid-19 ini.
Virus Kebencian Akan Membunuh Bangsa Ini: LAWAN !!!
Oleh: Rudi S Kamri
Saat ini Indonesia berduka. Kita kehilangan seorang seorang Ibu yang luar biasa hebat yang telah melahirkan seorang putera yang juga luar biasa hebat yaitu Presiden Joko Widodo. Beliau adalah Almarhumah Ibu Hj. Sudjiatmi Notomihardjo. Ibu yang disebutkan sebagai "Sang Pembaca Cahaya" itu akhirnya menyerah atas kehendak Sang Pemilik Kehidupan untuk berpulang ke rahmatullah. Bagi bangsa Indonesia ini adalah sebuah kehilangan besar yang tidak ada pilihan lain harus kita ikhlaskan dengan rasa duka yang mendalam.
Ir. H. Joko Widodo sungkem kepada ibunda Hj. Sudjiatmi Notomihardjo (faktualnews.com).
Presiden Jokowi memberikan penghormatan terakhir kalinya di peti jenazah ibunda tercinta di Solo sebelum dimakamkan (nasional.sindonews.com)
Tapi kesedihan dan kedukaan yang mendalam itu tidak akan menyentuh hati orang yang hatinya sudah dipenuhi kebencian permanen. Ajaran agama yang indahpun ternyata tidak mampu menyentuh dan membuatkan hati para pembenci yang hatinya sudah hitam berkerak. Jangankan menyampaikan rasa duka atau empati, justru mereka seolah mendapat amunisi baru untuk menyerang pribadi Presiden Jokowi dan Almarhumah Ibu Sudjiatmi dengan kata-kata kotor yang hina. Kehinaan ini sejatinya mencerminkan hati diri mereka. Mereka manusia hina dan biadab.
Kebencian yang sudah mendarahdaging dalam darah dan nadi para pembenci biadab ini bagi saya merupakan virus hati yang sangat berbahaya bagi keindonesiaan kita. Kalau aparat negara dan kita mendiamkan kelakuan busuk mereka, virus ini akan berkembang menyebar dan beranak pinak ke hati anak bangsa yang lain di sekitar mereka. Ini sangat berbahaya dan sangat mengkhawatirkan.
Ajaran leluhur kita untuk saling menyayangi dan menghormati antar sesama anak bangsa akan berangsur hilang lenyap di otak kaum yang menuhankan kebencian hati. Ini tragedi kebangsaan yang harus kita atasi bersama. Kita tidak boleh membiarkan keangkaramurkaan yang mereka gaungkan semakin merajalela memenuhi ruang publik.
Caranya, jangan posting ulang ujaran mereka tapi 'screenshoot' narasi mereka lalu segera laporkan ke aparat keamanan untuk segera ditindaklanjuti. Memposting ulang ujaran mereka sama saja kita telah menjadi agen distribusi kebencian yang mereka suarakan. Jangan sampai kita mengamplifikasi kebiadaban mereka untuk maksud apapun, karena hal itu akan membuat mereka jumawa dan tertawa karena telah tercapai tujuan hinanya.
Kelakuan mereka jauh lebih kejam dan biadab dibanding ulah jahat para teroris. Kalau para teroris hanya membunuh orang tidak berdosa beberapa orang, tapi kalau teror kebencian yang mereka suarakan akan masif dan sistemik membunuh rasa dan jiwa kebangsaan dan keindonesiaan kita.
Aparat keamanan terutama Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informasi harus tanggap tanggap dan cepat menindak para penyebar teror kebencian ini. Jaksa dan para pengadil (hakim) harus menuntut dan menghukum mereka dengan hukuman maksimal agar menimbulkan efek jera bagi yang lain. Mereka, para teroris kebencian dari pemeluk agama apapun ini jauh lebih berbahaya dibanding virus apapun termasuk virus corona. Kita tidak bisa biarkan mereka merusak bangsa ini. Hanya satu kata: LAWAN !!!
Salam SATU Indonesia
26032020
Di antara virus kebencian, pasti lebih banyak hal-hal baik di negeri ini sebagaimana ditunjukkan oleh wong cilik yang menyatakan empati dan simpatinya kepada Presiden Ir. Joko Widodo dan keluarga besarnya yang kini tengah berduka setelah berpulangnya Ibu Hj. Sudjiatmi Notomihardjo ke Sang Maha Pencipta. Ucapan mereka sangat mengharukan yang bisa memberikan inspirasi untuk kita semua untuk Indonesia Kuat dan Jaya.
Indonesia adalah negara besar, maka sudah pasti bangsa ini lebih banyak orang yang memiliki jiwa besar dan sangat mencintai kedamaian serta Persatuan Indonesia dan bersiap melawan virus kebencian bersama-sama sebagaimana dimaksud oleh Rudi S. Kamri di atas.
Rudi S. Kamri sebagai penulis produktif punya kepedulian tinggi pada masalah politik dan sosial, apalagi setelah Indonesia juga terpapar wabah global yang terkenal dengan nama Virus Corona atau nama baru yang diluncurkan WHO, yaitu Covid-19.
Wabah ini memang membuat cemas jutaan orang, meskipun ada pula orang yang sempat meremehkan mala petaka yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat secara ekonomi, budaya dan tentu saja secara politik. Kali ini Rudi S. Kamri akan menelaah aspek lain yang patut pula dicermati yaitu tentang Corona Prikosomatik. Penjelasan Rudi yang gemar berbusana Batik sebagai kebanggan nasional ini membahasnya untuk kita semua.
Corona Psikosomatik Sedang Merajela
Oleh: Rudi S Kamri
Psikosomatik adalah suatu kondisi atau gangguan ketika kecemasan pikiran memengaruhi tubuh, hingga memicu munculnya keluhan fisik. Pada umumnya, psikosomatik bisa diartikan sebagai penyakit atau keluhan fisik yang disebabkan maupun diperburuk oleh pengaruh faktor mental pada diri seseorang. Psikosomatik biasanya berawal dari masalah psikologis, seperti takut, stres, depresi, atau cemas.
Nah menurut pengamatan saya saat ini sedang merajalela gejala psikosomatik yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia akibat penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus corona atau istilah saya "corona psikosomatik". Fenomena psikologis ini sangat wajar terjadi karena paparan informasi tentang korban corona yang berjatuhan masuk secara masif dan bertubi-tubi ke otak kita dari seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Mungkin corona psikosomatik ini tidak saja terjadi di Indonesia tapi hampir pasti terjadi di seluruh dunia. Kecepatan meluasnya gejala corona psikosomatik diamplifikasi oleh paparan berita dari media mainstream maupun media sosial yang masif menerjang otak manusia di bumi ini termasuk di Indonesia.
Celakanya gejala corona psikosomatik menyebabkan menurunnya kondisi tubuh yang berdampak pada turunnya imunitas atau kekebalan tubuh. Dan pada saat kondisi tubuh drop otomatis kita menjadi semakin rentan terpapar oleh virus corona yang ganas menerjang. Ini yang menyebabkan korban corona semakin hari semakin bertambah.
Tentu saja korban paparan Covid-19 bukan semata disebabkan oleh corona psikosomatik saja. Paparan virus corona secara langsung atau tidak langsung masih merupakan penyebab utama. Namun terjadinya corona psikosomatik menurut saya juga mempunyai kontribusi besar dalam bertambahnya korban.
Lalu bagaimana cara kita terhindar dari kecemasan yang berlebihan akibat corona? Yang paling utama adalah pahami secara baik apa itu Covid-19. Pelajari dan kenali dengan baik jenis virusnya, bagaimana penyebarannya dan bagaimana upaya pencegahannya. Cari informasi valid tentang Covid-19 dari sumber resmi yang terpercaya. Jangan serta merta percaya postingan dari media khususnya media sosial yang banyak berisi informasi yang menyesatkan.
Ikhtiar perilaku hidup bersih dan sehat serta menghindari potensi penyebaran virus corona ditambah dengan kekuatan doa yang berserah kepada Tuhan Sang Penguasa Alam dan Kehidupan, menurut saya merupakan cara yang ampuh untuk kita terhindar dari corona psikosomatik. Selain itu optimisme bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dan penyebaran virus corona ini dapat dihentikan juga obat mujarab agar kita tidak terkena sindrom corona psikosomatik.
Saya bukan dokter, psikiater atau juga psikolog. Tulisan ini berdasarkan literatur yang saya baca serta merupakan analisis pribadi melihat fenomena yang terjadi di sekitar kita. Bagi para profesional medis atau psikologi bisa melengkapi paparan saya atau mengkoreksi pendapat dan analisa saya kalau salah.
Menghadapi penyebaran virus corona yang menggila kita memang harus waspada tapi jangan menjadi panik atau cemas yang berlebihan. Kita sedang perang, sebagian dari kita pasti tumbang, tapi saya optimis kita pasti menang.
Insyaallah.
Salam Indonesia Sehat
25032020
Pada tayangan ini ada komentar warga tentang siapa kepala daerah di Indonesia yang dianggap memiliki prestasi paling tinggi dalam pencegahan dan kebijakannya dalam menangani wabah Covid-19. Apakah itu akan menjadi modal dalam Pilkada DKI Jakarta mendatang, bahkan pada Pilpres 2024? Silahkan saksikan dialog unik ini.
Setelah Virus Corona atau Covid-19 masuk ke Indonesia sangat banyak komentar beraneka ragam yang muncul di media, baik yang bernada prihatin, banyak pula saran yang disampaikan, namun ada juga hoax serta ucapan maupun perilaku yang tidak konstruktif. Sikap negatif itu bukan hanya datang dari orang biasa melainkan juga dari tokoh nasional serta mereka yang punya status penting di tengah-tengah masyarakat.
Media sosial pun penuh dengan pro kontra tentang Covid-19 ini dari yang positif sampai bernada sumbang. Hal ini menjadi perhatian Rudi S. Kamri, pengamat sosial dan politik yang juga punya kegemaran minum kopi ini. Dengan kaca mata uniknya, Rudi menggambarkan situasi Indonesia saat ini terkait tersebarnya virus Corona. Covid-19 Indonesia: Negeri Sedang Berduka Yang Berisik Dan Gaduh Oleh: Rudi S Kamri
Mungkin hanya di Indonesia ini soliditas, solidaritas dan kebersamaan sebuah bangsa tidak terbentuk saat negeri ini diterjang wabah virus corona. Rasa nasionalisme kebangsaan tidak tumbuh secara berjamaah menghadapi serangan wabah dari luar. Semua orang menjadikan Covid-19 sebagai panggung untuk ajang "personal branding". Semua merasa paling benar dan saling mempersalahkan. Keputusan Pemerintah apapun selalu menimbulkan pro dan kontra.
Di negara lain seperti China dan Jepang serta negara lain, sosial media dijadikan wahana untuk mengamplifikasi berita protokol kesehatan yang diberikan otoritas kesehatan yang resmi. Sebagian postingan media sosial dijadikan ajang untuk saling menguatkan sesama anak bangsa. Tapi di Indonesia beda. Sosmed digunakan untuk saling menyerang dan mempertentangkan. Semua keputusan Pemerintah dibahas dan diperdebatkan. Semua merasa paling pintar.
Barisan sakit hati dan sakit jiwa mantan pasukan pendukung 02 kompak menyerang Pemerintah. Mereka kompak mengelu-elukan Anies, seorang Gubernur hasil olahan mayat dan ayat karena menutup sekolah dan tempat wisata. Lha itu memang tugasnya. Masak Presiden harus menutup Ancol atau Monas? Padahal semua Kepala daerah lain juga melakukan hal yang sama. Semua "on the track" di bawah kendali dan arahan Presiden Jokowi.
Herannya beberapa orang pendukung Jokowi juga bersikap yang sama. Mereka mengeluh Presiden kurang cekatan dan sigap. Mereka lupa apa dampaknya kalau Presiden berbicara 'ngasal'. Mereka tidak tahu Presiden harus super hati-hati tetapi tetap strategis dalam setiap mengambil kebijakan. Mereka tidak mau tahu dampak sosial seperti "social chaos" dan ekonomi yang terjadi seperti pengaruh ke kekuatan mata uang rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) apabila Presiden langkah mengambil langkah yang terburu-buru.
Presiden Jokowi sedang teleconference dengan para menteri (lensaindonesia.com). Anies Baswedan, Gubernur Jakarta bersama Sekda DKI (megapolitan.kompas.com)
Memang tidak mudah menjadi Presiden Indonesia. Apalagi hanya dipilih dari 55,5% pemilih. Sisanya pasti mencari berbagai cara untuk selalu menyerang Pemerintah apapun yang dilakukan Presiden. Pada era Sosmed ini terjadi fenomena "Netizen Journalist". Semua orang merasa berhak menulis dan membuat analisa serta berbicara apa saja di media sosial. Terkadang mereka tidak tahu dampak dari postingannya. Mungkin mereka juga belum tahu apa isi postingannya.
Kita ini memang bangsa yang berisik dan suka gaduh. Semua hal diributkan. Mengapa kita tidak bersatu melawan Covid-19? Kita lupakan preferensi pilihan politik kita. Kita malu dengan bangsa lain. Mereka bersatu padu kompak melawan Covid-19. Sedang kita asyik saling cakar cakaran. Ada Guru Besar UI yang gegabah berkomentar seolah negeri ini tanpa pemimpin nasional. Narasi negatif seperti ini serta merta dilahap media dan disebar oleh kaum Kadruniyah. Mereka tidak peduli dampaknya. Yang mereka pedulikan hanyalah ada alasan dan pembenaran untuk menyerang secara brutal kepada Pemerintah.
Saya mengambil sikap 100% makmum dan mengikuti apapun langkah yang diambil oleh Presiden Jokowi dan Timnya. Pembentukan Gugus Tugas Reaksi Cepat Penanganan Covid-19 yang dipimpin Letjen TNI Doni Monardo dan adanya juru bicara corona terpercaya seperti dr. Achmad Yurianto cukup menenangkan perasaan saya sebagai anak bangsa. Dan sebagai warga Jakarta saya pun takzim mengikuti arahan dan kebijakan Gubernur DKI Jakarta dalam kaitan Covid-19.
Menghadapi serangan Covid-19 di Indonesia, yang kita butuhkan adalah kebersamaan dan rasa percaya dengan Pemerintah. Karena tidak ada Pemerintah di dunia ini yang menginginkan rakyatnya terpapar corona secara masif. Tanpa rasa kebersamaan dan kepercayaan kita kepada Pemerintah, kita hanya akan menjadi bangsa barbar yang akan ditertawakan dunia.
Mengkritisi Pemerintah boleh saja bahkan perlu. Tapi harus dalam koridor memberikan solusi untuk perbaikan. Lupakan perbedaan politik. Kita harus bahu membahu membantu pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat semaksimal mungkin. Paling sedikit kita dan keluarga kita harus sehat. Setelah itu kita sehatkan lingkungan terdekat kita. Kalau Pemerintah (baik Pusat maupun daerah) mengambil kebijakan untuk membatasi kerumunan massa (social distancing) kita wajib ikuti dan bantu sosialisasikan.
Mari menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan bermanfaat. Stop postingan saling menghujat. Kita hadapi Covid-19 dengan cerdas. Insyaallah kita akan aman. Aamiin YRA ???
Salam SATU Indonesia
15032020 #OptimisMenangMelawanCorona #BersatuMelawanCorona
Surat Rudi S. Kamri Untuk Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta
Kepada Yth.
Gubernur DKI Jakarta Di Jakarta Perihal: Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Jakarta Yang terhormat Saudara Gubernur, Dengan banyaknya blunder kebijakan yang kontra produktif terhadap upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Jakarta, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan:
1. Apakah Saudara tidak punya anak buah dan tenaga ahli yang sedikit saja punya kecerdasan mendekati standar dalam melakukan tindakan antisipasi pencegahan penyebaran Covid-19 di Jakarta?
Setelah blunder besar pembatasan transportasi publik yang menyebabkan kerumunan massa, sekarang Saudara mengadakan operasi pasar yang juga memancing kerumunan massa. 2. Apakah Saudara tidak bisa sedikit saja menurunkan ego dan nafsu berkuasa dengan cara mau belajar dari kepala daerah lain seperti Ibu Tri Rismaharini Walikota Surabaya dalam menjaga kota dari paparan Covid-19? Di Surabaya dibagikan masker gratis secara terukur dengan tetap menjaga "social distancing" dan di sepanjang jalan banyak di jumpai hand sanitizer yang bisa digunakan masyarakat secara gratis. Beberapa hari lalu diadakan penyemprotan disinfektan ke area publik dan jalanan. Sedang di Jakarta, kami hanya menjumpai spanduk mencegah corona dengan wajah anda nongol. Tidak bisakah saudara mau menahan diri untuk tidak banci tampil di depan publik?
Anies Baswedan kumpulkan camat, lurah, walikota & pejabat DKI yang dihadiri lebih dari 260orang jelaskan pencegahan Covid-19 (news.detik.com). Tri Risma Harini sedang mengetes alat bilik sterilisasi sambil video call sebagai tanda pelaksanaan #socialdistancing untuk cegah penyebaran virus Corona(surabaya.tribunnews.com)
3. Saudara hanya gubernur, bukan menteri apalagi Presiden. Tidak bisakah Saudara tunduk dan patuh terhadap semua arahan Presiden dan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Kalau tidak bisa, lebih baik Saudara angkat bendera putih dan mengundurkan diri dari jabatan Gubernur. Saya dan warga Jakarta tidak bisa menyerahkan nasib kami pada Gubernur yang tidak kualified. Saat ini tingkat paparan Covid-19 di Jakarta setiap hari meningkat tajam. Untuk itu kita perlu pemimpin yang cerdas dan tulus melayani rakyat, bukan sekedar mencari panggung.
4. Saudara yakin masih waras? Kalau masih waras mengapa selalu membuat kebijakan konyol dan blunder yang terus berulang-ulang ?
Salam Indonesia Cerdas,
Rudi S Kamri Warga Jakarta 22032020
Setelah kekuasaan Orde Baru runtuh konon Indonesia memasuki era reformasi dengan demokrasi lebih bebas dari pada jaman Presiden Suharto. Kebebasan itu melahirkan pula banyak partai politik yang terdiri dari tokoh politik, baik yang baru maupun peninggalan masa lalu. Di antara mereka mungkin ada yang tetap menyimpan gaya politik lama dengan kemasan baru. Ada pula politikus baru yang lahir melalui rahim Partai Politik lama dan baru, yang juga beraneka ragam ideologinya, termasuk visi dan misinya. Publik bisa melihat pula bahwa politikus baru tidak selalu membawa semangat reformasi, apalagi cita-cita proklamasi yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa oleh para pejuang dan ibu serta bapak bangsa kita.
Waktu pun berjalan yang kadang slow kadang begitu cepat, apalagi setelah berkembang teknologi di bidang sosial media. Para politikus baru dan lama memaksimalkan kemampuan mereka berkomunikasi, entah dengan cara santun, tutur kata menarik, ada pula yang meledak-ledak, bahkan ada yang lucu, selain banyak di antara mereka yang tertidur ketika sidang atau melontarkan kritik, yang sayangnya miskin solusi.
Pemirsa televisi pasti mengenal politikus seperti Adian Napitulu, yang mantan aktivis 1998 dan penonton terpuaskan dengan gayanya yang asyik untuk disaksikan ketika diserang lawan poltiknya seperti Fadli Zon. Tentu anda juga mengenal sosok Rocky Gerung, dan Jenderal Purnawiran Gatot Nurmantyo yang tiba-tiba muncul di saat hebohnya virus Corona atau Covid-19. Mereka juga akrab di mata warganet. Perdebatan mereka pasti menarik perhatian publik.
Jika anda pelaku media sosial terutama di facebook dan WhatsUp group, anda pasti mengenal sosok Rudi S. Kamri, yang ganteng dengan kaca matanya plus senyumnya yang charming.
Rudi S. Kamri bersama tokoh nasional Prof. Komarudin Hidayat dan Rosiana Silalahi presenter televisi nasional terkenal (Dokumentasi pribadi Rudi S. Kamri)
Namun, tulisan Rudi S. Kamri sangatlah tajam ketika Indonesia mengalami kegalauan di bidang sosial dan politik, yang merupakan perhatian sejati Rudi. Kini anda bisa merenung, mungkin tersenyum penuh arti setelah membaca tulisan Rudi yang rajin mengenakan batik ini. Semoga anda tidak tertawa terlalu ngakak jika membaca judul artikel Rudi berikut ini.
*Nyanyian Sumbang Si Buntelan Kentut*
Oleh: *Rudi S Kamri*
Saya tidak tahu apa isi otak si Buntelan Kentut Fadli Zon. Tapi setiap orang normal di negeri ini pasti muak melihat kelakuan mantan Wakil Ketua DPR RI yang kini turun derajat jadi anggota biasa DPR RI. Dalam kondisi bangsa sedang darurat penyebaran Covid-19, dia masih saja nyinyir tidak jelas juntrungannya seperti orang mabuk jamur tai kerbau.
Seharusnya sebagai wakil rakyat dia turun gunung membantu Pemerintah untuk menangani penyebaran virus corona, minimal untuk masyarakat di Daerah Pemilihan (Dapil)nya. Seharusnya sebagai anggota DPR dia memberi saran atau masukan konstruktif kepada Pemerintah bukan malah menyerang membabi buta di media sosial.
Gatot Nurmantyo ketika masih aktif di TNI AD (kompasiana.com). Fadli Zon yang masih eksis di Gedung Parlemen Senayan tampil bersama Rocky Gerung di sebuah acara (vivanews.com)
Kalaupun mau mengkritisi pun tidak ada masalah asal dilakukan dengan santun dan tidak menimbulkan kegaduhan. Pemerintah dan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 memang bukan maha sempurna. Tetap perlu masukan dan kritikan. Tapi ujaran yang bernada melecehkan ala si kadal burik Rocky Gerung yang dilakukan seorang anggota DPR RI sangat tidak pantas dan menjatuhkan kehormatan dan marwah lembaga kepresidenan.
Kalau Badan Kehormatan atau Ketua DPR RI serta DPP Gerindra tidak mampu mengingatkan dan menegur Fadli Zon, biarkan rakyat yang menegur si Buntelan Kentut ini dengan cara rakyat. Pedih bin menyakitkan. Karena sejatinya Boss yang sebenarnya dari anggota DPR adalah rakyat yang memberi amanah kepada mereka. Rakyat berhak menegur orang yang tidak pantas diberikan amanah. Inilah esensi dasar demokrasi, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Semua orang siapapun dia seharusnya melakukan "statement distancing" atau menahan diri untuk tidak memberi komentar yang destruktif dan membuat gaduh dalam kondisi ibu pertiwi sedang berduka seperti saat ini. Orang seperti Gatot Nurmantyo dan Fadli Zon adalah contoh manusia yang tidak bijak dan tidak tahu diri menyikapi keadaan yang sedang genting.
Kunci sukses menangani penyebaran Covid-19 adalah kebersamaan dan solidaritas sosial. Bukan saling menyerang seperti yang dilakukan Fadli Zon ini. Kalau bisa membantu materi sumbanglah. Kalau tidak bisa membantu materi, berdoalah untuk bangsa ini. Kalau pun tidak mau keduanya, setidaknya diamlah dan jangan membuat gaduh.
Ini pesan keras dari rakyat Indonesia untuk Fadli Zon. Kalau sadar suaranya fals jangan bernyanyi keras dengan nada sumbang. Kasihan orang mendengarkan: MUAL & MUAK !!!
*Salam SATU Indonesia*
21032020
Begitulah cara Rudi S. Kamri ketika menutup tulisannya dengan Salam SATU Indonesia. Kiranya kita selalu mencintai Indonesia yang beragam ini dengan semangat sama, Bhineka Tunggal Ika.
Apabila anda punya pendapat berbeda atau setuju dengan maksud tulisan Rudi S. Kamri, silahkan anda tuangkan uneg-uneg anda box di bawah ini.
Artikel Rudi S. Kamri lainnya:
MENUNGGU PARPOL PEDULI CORONA SEPERTI MENUNGGU SAPI TERBANG DI ATAS MONAS
Apakah anda pernah melihat sapi atau gajah terbang di atas Monas?
Monas memang sebuah monumen nasional yang sangat iconic di Jakarta, bahkan sering jadi arena politik paling ramai untuk selain berfungsi sebagai situs bersejarah, dan tempat warga rekreasi selain dikunjungi wisatawan. Karena Covid-19 atau terkenal dengan sebutan virus Corona, mungkin Monas sekarang sepi yang sebelumnya sempat heboh gara-gara akan dijadikan arena balapan Formula E oleh Anies Baswedan, yang disertai penebangan pohon serta kontroversi batu alam yang diaspal. Akhirnya balapan yang menelan biaya mahal itu ditunda, juga karena Corona.
Terlepas dari kisah Formula E, warga di dunia nyata dan dunia maya juga heboh tentang masker yang sulit didapat karena ada orang-orang yang menimbun, sehingga masker yang sangat dibutuhkan oleh orang banyak, terutama orang yang sedang sakit seperti flu, batuk atau demam tidak bisa mendapatkan masker dengan mudah atau akan sangat mahal harganya.
Warganet pun resah dan gelisah seperti lagu cengeng jaman Orba dan "mengusik" para elite parpol yang ada di gedung parlemen atau di kantor masing-masing atau mungkin sedang asyik ngopi. Kegalauan warganet tersebut direspons Rudi S. Kamri, pemerhati sosial dan politik, dan juga gemar ngopi serta berbusana batik ini. Dengan kaca matanya yang unik kita semua bisa membaca artikel Rudi dengan judul yang semoga memberi efek kejut, yang positif lah.
Menunggu Parpol Peduli Corona? Seperti Menunggu Sapi Terbang Di Atas Monas
Oleh: Rudi S Kamri
Beberapa hari terakhir banyak postingan di media sosial yang mempertanyakan kepedulian partai politik di Indonesia dalam mencegah penyebaran Covid-19. Suatu harapan yang masuk akal dan seharusnya dilakukan. Tapi entah mengapa saya pesimis mereka akan tergerak untuk turun ke masyarakat membantu Pemerintah.
Dari data dan informasi yang saya dapat sementara ini hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang bereaksi untuk bersuara dalam kaitan dengan penanganan penyebaran Covid-19. Itupun baru dalam wacana saran kepada Pemerintah untuk mengucurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat yang dalam kesulitan. Belum ada juga rencana mereka untuk memberikan sumbangan riil dalam bentuk materi. Tapi masih lumayan dibanding partai-partai lain yang nyaris tak terdengar suaranya.
Ketidakpedulian partai politik dalam kondisi darurat penyebaran Covid-19 ini sudah diprediksi banyak orang. Karena mereka memang punya DNA: "Ambil suara rakyat dalam Pemilu, setelah itu lupakan." Mereka hanya berpikir sangat pragmatis dan penuh aura egoisme kepentingan. Mereka bagi-bagi kaos sekali pakai, setelah itu mereka sibuk mencari kursi.
Namun langkah kampungan para elite partai politik yang tidak peduli dengan kondisi darurat bangsa ini sebetulnya sebuah kebodohan yang sangat sistemik. Andai saja mereka pintar memanfaatkan momentum Covid-19 dengan menunjukkan kepedulian kepada rakyat, mereka bisa mendapat simpati dan penghargaan dari rakyat. Dan ini investasi suara yang akan menguntungkan mereka di kemudian hari. Tapi sayang tidak banyak orang pintar yang memanfaatkan celah ini.
Kalau saja nanti mereka akhirnya tergerak untuk peduli setelah mendapat kecaman rakyat termasuk tulisan saya ini, hal itu tetap bermanfaat tapi telah kehilangan marwah keikhlasan asli untuk peduli dan empati dengan kesulitan rakyat.
Anggota DPR, DPRD juga setali tiga uang. Mereka hanya sibuk bersuara tapi tidak ada langkah aksi nyata di lapangan untuk membantu Pemerintah. Andai saja mereka secara berjamaah menyumbang sebulan gaji mereka untuk membantu menangani penyebaran Covid-19, mereka akan mendapat simpati rakyat yang memilih mereka.
Kita tidak bisa berbuat apa-apa melihat ketidakpedulian mereka. Kita hanya bisa mengingat dan mencatat kelakuan mereka untuk kita benamkan mereka di event Pemilu yang akan datang. Memang mengharap politisi untuk benar-benar peduli rakyat ibaratnya mengharap Sapi terbang di atas Monas. Atau kita tunggu saja ada rekayasa genetik, sapi punya sayap. Mungkinkah ?
Ingat dan catat ya teman-teman !!!
Salam Sehat Indonesia
20032020
Jika anda tak sabar menunggu aksi elite politikus dan Parpol yang juga mendapat dana dari uang rakyat ini, dan anda sangat peduli pada para petugas medis dan warga yang memang membutuhkan bantuan masker dan sarana lainnya untuk mencegah virus corona, anda bisa menyumbang melalui pihak yang juga peduli. Namun pastikan supaya pemilik rekening adalah komunitas atau kelompok resmi. Anda bisa bertanya kepada teman-teman. Pasti banyak yang sudah tahu.
Karena anda peduli dengan musibah global ini, please share artikel ini supaya gerakan mempercepat berlalunya virus corona menjadi tersetruktur dan masif.
Antara dunia maya, media sosial dan fakta di lapangan kadang kala bisa sama, sering pula terjadi perbedaan, yang semuanya bisa membingungkan orang waras. Mereka akan cek dan ricek, namun ada pula yang dengan ringan tangan menyebar hoax ke seluruh group WA, facebook, twitter atau lainnya.
Hoax bukan hanya terjadi saat ada peristiwa politik seperti Pilkada atau Pilpres, juga terjadi saat ada tragedi global, di kala sebagian besar warga dunia stress dan ketakutan pada virus Covid-19 yang terkenal dengan sebutan Novel Corona, begitu pula di Indonesia. Di tengah rasa cemas akan tertular dan bisa terancam menjadi miskin karena isu lock down, ternyata ada pihak yang membuat hoax di dunia nyata dengan memasang spanduk bernuansa rasis. Babi pun terpaksa menerima nasib pahit karena dihina sebagai sumber Covid-19. Karena itulah Rudi S. Kamri sangat prihatin dan menuangkan isi hatinya pada time line akun facebooknya. Sambil tetap waras, ayo kita simak tulisan Rudi S. Kamri, seorang pemerhati sosial dan politik yang juga senang nyeruput kopi seperti Denny Siregar ini. Kebodohan Rasis yang Menyesatkan, Terstruktur, Sistematis dan Masif Oleh: Rudi S Kamri
Sejak kapan Covid-19 ditularkan dari babi? Mari kita tanya pada yang membuat spanduk informasi menyesatkan yang banyak bertebaran di Jakarta. Di tangan dan otak kaum kadruniyah yang rasis, babi telah berubah jadi kambing hitam. Dalam kondisi darurat penyebaran virus corona, masih saja beredar informasi publik yang rasis dan menyesatkan. Dan ini terjadi di Jakarta, ibukota negara !!!
Mungkin spanduk ini bukan dibuat resmi oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta tapi seharusnya aparat keamanan dan aparat kecamatan atau kelurahan di DKI Jakarta tanggap terhadap hal-hal seperti ini. Kalau informasi menyesatkan seperti ini dibiarkan akan menjadi pembodohan secara berjamaah yang dilakukan oleh aparatur negara.
Bukan hanya sumber penularannya yang salah, tapi arah anak panah dari informasi tersebut juga salah. Saya menduga keras ada kesengajaan dari pembuatan spanduk informasi ini. Jejak rasisme Pilkada DKI Jakarta masih membekas kuat di hati dan otak sebagian warga Jakarta. Pembelahan masyarakat ini akan tetap ada sepanjang masa karena mendapat dukungan dari narasi rasis yang dibangun oleh Gubernurnya.
Kita tidak bisa membiarkan hal ini terus terjadi berkelanjutan. Kita harus lawan dan kencang kita suarakan penolakan. Karena akan menjadi virus epidemik yang permanen di hati rakyat dan generasi berikutnya. Rasa fanatisme keagamaan telah membuat mereka jadi jauh tersesat dan berjalan ke jalan yang salah.
Covid-19 itu harusnya DITANGGULANGI bukan malah DITUNGGANGI dengan kepentingan politik atau rasisme. Langkah-langkah kontra produktif yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta telah membuat penyebaran Covid-19 menjadi tidak terkendali. Dan ini diikuti oleh sebagian pendukungnya sehingga memunculkan virus baru di masyarakat Jakarta yaitu kebodohan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Melawan penyebaran Covid-19 harusnya dengan akal sehat dan hati yang bersih bukan dengan nafsu dan niat rasisme. Ini PR besar bangsa ini. Kebersamaan dan solidaritas sosial kita tercabik-cabik oleh nafsu berkuasa yang tidak ukur diri dari beberapa gelintir orang yang dengan sengaja menyebarkan virus rasisme dan kebodohan. Yang mengenaskan agama di tangan orang sesat menjadi pedang yang telah digunakan untuk membunuh rasa kemanusiaan dan akal sehat. Ini hanya terjadi di Jakarta, Cuk !!!
(Mudah-mudahan warga daerah lain tidak tertular wabah virus kebodohan dan rasisme berjamaah)
Salam Indonesia Sehat 19032020
Apa pendapat anda setelah membaca kegalauan dan harapan Rudi S. Kamri di atas?
Efek Kejut Anies & Kata Rudi S. Kamri: Saatnya Doni Monardo Menegur Keras Gubernur DKI Jakarta3/19/2020
Warganet alias Netizen sempat dikejutkan dengan beredarnya video pendek tentang efek kejut yang diucapkan Anies Baswedan terkait pembatasan penggunaan transportasi di Jakarta pada Senin lalu (16/03/2019). Terjadi antrean panjang di berbagai stasiun MRT dan tempat-tempat warga Jakarta serta banyak tempat lain ketika mereka seperti biasa untuk menggunakan sarana perjalanan ke tempat kerja atau berkunjung ke suatu tempat dengan bis dan MRT yang kini menjadi kebanggaan warga Jakarta.
Kelelahan, stress dan rasa kecewa terjadi di antara warga yang lebih dari satu jam harus bisa masuk ke dalam stasiun, apalagi untuk mendapatkan tempat duduk yang biasanya nyaman, bahkan berdiri pun mereka rela, namun saat itu tidak mereka dapatkan.
Dua pemandangan yang sangat menyentuh hati: Antrian panjang di Stasiun MRT Dukuh Atas (suara.com) Warga mengular di halte Trans Jakarta di Ciledug (katadata.co.id)
Anies Baswedan yang semakin terkenal sejak banjir Jakarta pada awal tahun baru dan terjadi pula banjir beberapa kali pada bulan februari yang berujung pada pembentukan Pansus Banjir, bahkan gugatan class action yang diajukan warga Jakarta yang menjadi korban banjir ternyata memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke persidangan.
Artikel terkait: DPRD DKI Bentuk Pansus Banjir Kebijakan Anies untuk mengurangi sarana transportasi dan waktu operasional MRT yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran virus novel corona yang dikenal dengan nama resmi covid-19 itu ternyata justru kontra produktif, bahkan tujuan menjaga jarak antar orang yang dikenal dengan #Socialdistancing tidak terwujud sama sekali. Terjadilah kerumunan yang saling berdempetan di berbagai tempat. Ini sangat mengkawatirkan karena akan sangat mudah dan cepat terjadi penularan virus berbahaya itu. Dalam hati kita berdoa, semoga itu tidak terjadi. Namun, kebijakan itu dinilai ceroboh. Berbeda dengan gubernur DKI Jakarta, seorang walikota di Jawa Timur, Tri Risma Harini alias Bu Risma, sang walikota Surabaya justru menambah sarana transportasi, sehingga bisa diatur kapasitas penumpang untuk melaksanakan tujuan #socialdistancing dan mempercepat perjalanan. Hal ini dinilai lebih rasional daripada kebijakan Anies Baswedan.
Lalu apa kata Rudi S. Kamri, seorang pemerhati sosial dan politik yang terkenal karena kumis dan kaca matanya yang khas itu - tentang peristiwa "bersejarah" yang terjadi di Jakarta?
Pada timeline facebook Rudi S. Kamri yang sepertinya cocok main film ini pada 16 Maret 2020 menulis sebagai berikut. Inilah artikel lengkap Rudi.
Saatnya Doni Monardo Menegur Keras Gubernur DKI Jakarta
Oleh: Rudi S Kamri
Terkait dengan penanganan Covid-19 di Indonesia saat ini komandan tertinggi ada di pundak Letjen TNI Doni Monardo sebagai Kepala Gugus Tugas Reaksi Cepat Penanggulangan Corona. Artinya Presiden Jokowi sudah menyerahkan semua kewenangan dan tindakan strategis terkait masalah Covid-19 kepada Doni Monardo.
Dalam kaitan tersebut Doni Monardo mempunyai tanggungjawab sekaligus kewenangan untuk mengambil keputusan dan kebijakan strategis yang diperlukan untuk menangani masalah Covid-19 secara Nasional. Semua kepala daerah mulai Gubernur sampai Bupati dan Walikota harus tunduk kepada semua arahan dan keputusan yang dibuat oleh Doni Monardo sebagai Komandan Satgas Corona di Indonesia.
Terkait hal tersebut, Doni Monardo harus segera memberikan teguran keras kepada Gubernur DKI Jakarta yang telah mengambil kebijakan pembatasan transportasi publik yang kontra produktif terhadap upaya pemerintah untuk mengurangi potensi penyebaran virus corona dengan cara "selektif social distancing" atau pembatasan interaksi sosial.
Salah satu blunder parah kebijakan yang diambil Anies Baswedan adalah pengurangan secara signifikan trasnportasi publik Trans-Jakarta sampai 94% dan pengurangan volume perjalanan kereta MRT. Akibatnya yang terjadi penumpukan dan antrian panjang calon penumpang yang berdesak-desakan. Yang terjadi bukan pembatasan dan pengurangan interaksi sosial masyarakat tapi malah penumpukan manusia yang justru akan berpotensi terjadi penularan virus corona yang tidak terkendali.
Langkah Gubernur DKI Jakarta sungguh patut dicurigai sebagai upaya sistematis untuk melawan kebijakan negara. Bahkan berpotensi menciptakan kerusuhan sosial (chaos) yang destruktif. Ini harus segera dicegah oleh Pemerintah Pusat cq Komandan Satgas Corona Doni Monardo. Presiden Jokowi kabarnya memang sudah mengkoreksi kebijakan Gubernur DKI Jakarta terkait pembahatasan transportasi publik. Tapi terkesan masih kurang tegas dan tidak mengarah serta sangat normatif.
Memang menurut saya selayaknya Presiden tidak perlu lagi turun derajat untuk menegur Anies Baswedan terkait Covid-19. Cukup Doni Monardo saja yang melakukan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang tercantum pada Surat Keputusan Presiden memang menjadi tugas Doni Monardo untuk meluruskan kebijakan melenceng kepala daerah seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta.
Langkah kuda Anies Baswedan yang sering jalan sendiri dalam mengatasi Covid-19 di Jakarta harus segera ditertibkan. Kalau tidak langkah dan upaya pemerintah untuk melakukan kebijakan "social distancing" secara komprehensif tidak akan bisa berjalan efektif.
Pembatasan transportasi publik boleh saja dilakukan asalkan didahului dengan kebijakan 'kerja di rumah' untuk pegawai swasta dan instansi pemerintah di Jakarta. Kalau kebijakan ini belum efektif diterapkan lalu langsung melompat ke kebijakan pengurangan transportasi publik yang terjadi adalah "crowd" atau penumpukan massa yang tidak terkendali seperti yang terjadi saat ini.
Peduli kepada rakyat itu penting tapi harus dilakukan dengan tulus, ikhlas, niat melayani dan cerdas. Kalau empat hal tersebut tidak dipunyai lebih baik ikuti saja arahan Pemerintah Pusat.
Masih banyak panggung yang bisa dimanfaatkan untuk pencitraan. Tapi pencitraan dalam kondisi darurat seperti sekarang itu adalah tindakan dzolim dan keblinger. Covid-19 itu harus ditanggulangi, bukan ditunggangi Bang Japar eh Bang ABas !!!
Salam SATU Indonesia
16032020
Begitulah Rudi S. Kamri menjawab kegalauan warga Jakarta pada efek kejut Anies Baswedan. Bagaimana pendapat anda?
Karena kita peduli pada pencegahan virus Corona sangat baik bila kita menyimak dan membagi informasi pada video Kak Nunuk, musisi, komposer dan pemerhati anak-anak ini.
Bagaimana opini anda tentang artikel Rudi S. Kamri atau video "Kata Kak Nunuk"? Silahkan sampaikan pendapat anda pada kolom di bawah ini.
|
|