BMKG sebagai otoritas cuaca Republik Indonesia telah mengingatkan bahwa hujan deras akan melanda Jakarta selain beberapa daerah lainnya. Sulit untuk dilupakan banjir besar pada 1 Januari 2020 di Jakarta. Kemudian pada bulan Februari terjadi banjir setiap minggu, yang akhirnya diberi julukan "Jakarta Banjir Berjilid-jilid" oleh warganet. Media utama di televisi, koran dan online, dan tentu saja media sosial dihebohkan dengan berita serta video suasana banjir di berbagai lokasi. Sangat banyak warga yang mengungsi di tempat yang umumnya tidak layak.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang berlokasi di Salemba Jakarta Pusat yang biasanya tidak banjir ternyata tahun ini kebanjiran, bahkan beberapa alat medis ikut terendam. Prasetyo Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta sangat geram karena drainage di sekitar RS rujukan nasional itu ditemukan banyak karung pasir di got atau saluran air di sekitar Salemba.
Warga Jakarta juga mengeluh karena beberapa tempat yang tidak pernah kebanjiran ternyata terkena banjir pada tahun 2020 ini.
Prasetyo Edi Marsudi, S.H, Ketua DPRD Jakarta didampingi Pasukan Biru dan Pasukan Orange yang dibentuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sedang memeriksa sebuah saluran air di Jakarta Pusat (voi.id). Pada foto kanan tampak bagaimana
warga Jakarta menderita lahir bathin setelah banjir pada Januari dan Februari 2020. Banyak warga yang terpaksa mengungsi (indozone.id)
Akhirnya DPRD Jakarta membentuk Panitia Khusus atau Pansus Banjir dan surat sudah diteken untuk meminta keterangan kepada Anies Baswedan, gubernur Jakarta. Wakil Ketua Komisi D Nova Paloh menyatakan pihaknya sudah mendapatkan lampu hijau terkait pembentukan Pansus Banjir.
"Suratnya sudah diteken pak Ketua (DPRD DKI) dari situ kita akan mintai keterangan pak Gubernur soal banjir ini," kata Nova kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/2).
Sebagaimana dilaporkan news.detik.com (25/02/2020) "Kita lihat ada urgensinya kan banjir tiga kali yang parah banget, tahun baru, pertengahan (Januari), sama ini yang parah banget. Ini sesuatu terulang. (Kejadian) pertama ada kiriman dari Katulampa (Bogor), ke dua ke tiga kan hujan lokal," ucap Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Sementara itu megapolitan.kompas.com (24/02/2020) juga melaporkan bahwa rencana pembentukan pansus banjir dicetuskan oleh sejumlah anggota fraksi DPRD DKI saat Jakarta dilanda banjir pada Januari 2020. Tujuh fraksi tersebut, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi PAN, Fraksi Demokrat, Fraksi PSI, Fraksi Nasdem, Fraksi Golkar, dan Fraksi PKB-PPP.
Apakah Anies Baswedan akan datang pada saat acara Pansus banjir digelar? Sebelumnya Anies juga mangkir ketika DPR RI mengundang Anies Baswedan yang punya gagasan Formula E yang juga menimbulkan pro kontra ini. Anies diundang bersama gubernur Jawa Barat dan Provinsi Banten yang juga tidak hadir.
Sebagaimana diberitakan di berbagai media, BMKG menyebut bahwa musim hujan akan berlangsung sampai Maret 2020 terutama di Jakarta dan Pulau Jawa, yang berpotensi menimbulkan banjir.
Daerah Jawa Barat, Provinsi Banten dan khususnya Jakarta merupakan daerah yang sangat penting untuk waspada, dan dibutuhkan komitmen para gubernurnya.
Bagaimana pendapat warga tentang banjir Jakarta yang dijuluki berjilid-jilid oleh warganet ini?
Bagaimana pendapat anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Sangat penting mencari informasi cuaca dari berita BMKG sebelum keluar rumah dari radio dan media lain yang bisa dipercaya untuk mencegah terkena macet pada saat hujan atau banjir.
0 Comments
Hujan deras yang turun di Jakarta sejak Rabu malam (19/02/2020) sampai Kamis pagi (20/02/2020) membuat beberapa pemukiman tergenang banjir. Menurut berita megapolitan.okezone.com (19 Februari 2020) daerah yang tergenang air adalah di Kelurahan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, ada satu RW tergenang air dengan ketinggian antara 5 sampai 15 cm. Ini tentu mengganggu aktivitas warga.
"Selain itu, Kelurahan Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur ada dua RW dengan ketinggian genanga 5 hingga 50 cm," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI, M Insaf kepada para wartawan, Kamis (20/2/2020).
Monumen Nasional ketika banjir pada 24/01/2020 yang lalu (genpi.co).
Survey baru, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lebih berhasil dalam menangani banjir daripada Anies Baswedan, gubernur yang menggantikan Ahok Djarot (wowkeren.com).
Survey yang dilakukan Indo Barometer telah diluncurkan dimana hasilnya adalah Gubernur yang paling sukses dalam mengatasi banjir di Jakarta adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang baru saja meluncurkan buku Panggil Saya BTP.
Sebagaimana dilaporkan oleh kompasiana.com pada 18/2/2020 Ahok memperoleh nilai 42% dan unggul dari pesaingnya yang kini menjabat sebagai Gubernur Jakarta, Anies Baswedan (4,1%). Survey ini tentu dianggap menempeleng wajah Anies Baswedan yang berambisi menyelenggarakan balapan Formula E yang kontroversial itu di Monas.
Yang mengejutkan adalah penebangan lebih dari 190 pohon Mahoni di Monas oleh Pemprov DKI Jakarta dilakukan tanpa ada rekomendasi dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Alasan penebangan itu adalah untuk revitalisasi Monas.
Kepala Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (CKTRP) atau Dinas Citata DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan bahwa, penebangan tetap dilakukan lantaran tidak ada jawaban dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Menurutnya, bila tidak ada jawaban dari dinas terkait, penebangan itu otomatis dapat dilakukan. Seperti diberitakan oleh news.detik.com (20/02/2020) lebih lanjut Heru menyatakan pula, bahwa "Kami kan sudah melakukan permohonan dan berproses pembangunan, kami memang tidak bisa menunggu lama,"
Bagaimana pendapat anda setelah menyaksikan pendapat warga pada tayangan tersebut?
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sedang bekerja keras bersama Kabinet Indonesia Maju untuk membangun Indonesia pada periode II bersama Wakil Presiden Prof. DR. KH Ma'ruf Amin dari 2019 sampai 2024. Menjelang berakhirnya masa pemerintahan Jokowi, politik Indonesia akan kembali heboh.
Jokowi yang memecahkan rekor sebagai pemenang pemilu sejak di Solo sebagai walikota, menang mutlak dua kali berturut-turut, lalu satu kali menjadi gubernur Jakarta, dan menang dua kali pada Pilpres 2019 dan 2024. Lalu, siapa calon penerus Jokowi yang akan bertanding pada Pilpres 2024. Benarkah Ganjar Pranowo, kini gubernur Jawa Tengah akan dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan?
Banyak pertanyaan lain yang muncul sebelum hal itu terjadi, misalnya apakah Partai Nasdem "serius" akan meminang Anies Baswedan sebagai Capres 2024 atau mengajak Anies sebagai calon gubenur patahana menjelang jabatannya berakhir sebagai gubernur Jakarta?
Dengan berbagai drama yang terjadi di Jakarta seperti revitalisasi Monas, Formula E yang juga berkaitan dengan Monas, apakah Partai Nasdem yang dipimpin oleh Surya Paloh ini akan tetap kesengsem pada Anies Baswedan yang hanya sebentar menjabat sebagai Mendikbud pada periode I pemerintahan Jokowi JK ini?
Sandiaga Uno mantan cawapres 2019 bersama Erick Thohir saat ASIAN Games (nasional.republika.co.id). Tiga gubernur ngopi bareng:
Anies Baswedan, Ganjar Pranowo & Ridwan Kamil, siapa yang akan ngopi setiap pagi di Istana Presiden pada 2024? (liputan6.com)
Nama Ganjar kembali mencuat sebagai capres 2024 setelah Ganjar Pranowo dinilai patriotik dan Pancasilais karena berani mengatakan tidak untuk menerima eks WNI yang bergabung pada organisasi teroris internasional yang dikenal sebagai ISIS itu.
Bagaimana dengan Ridwan Kamil apakah masih berpeluang sebagai kandidat capres atau cawapres setelah sikapnya yang bersedia menampung eks WNI yang bergabung dengan ISIS yang telah membakar pasport Indonesia setelah menyatakan setia kepada ISIS?
Mungkin orang akan mengatakan bahwa politik di Indonesia sangat dinamis, artinya para elite politik mudah untuk kompromi tentang siapa yang akan dicalonkan sebagai gubernur, bupati, walikota atau capres?
Apakah mantan cawapres 2019 Sandiaga Uno yang berani meninggalkan jabatannya sebagai wakil gubernur Jakarta juga akan muncul sebagai kandidat capres pada 2024?
Adalah menarik untuk mendengar pendapat generasi milenial pada tayangan berikut ini tentang penerawangan serta alasan mereka untuk "menjagokan" siapa pada Pilpres 2024. Singkat kata siapa yang akan berpeluang menjadi pemenang sebagai RI 1 setelah Jokowi pensiun nanti?
Apakah anda sependapat dengan analisa dan alasan generasi milenial sebagaimana terungkap pada tayangan tersebut?
Ataukah anda punya pendapat yang sama sekali berlawanan?
Apakah ada rasa bahagia atau rasa kesal setelah memilih seorang kepala daerah di tempat tinggal kita? Katakanlah anda seorang warga Jakarta, yang jaman dahulu disebut sebagai The Big Village. Akhirnya Jakarta disebut pula sebagai kota metropolitan seperti Singapura atau paling tidak sudah memiliki beberapa kriteria lah.
Jika warga Jakarta happy dengan fungsi serta fasilitas yang ada saat ini seperti adanya MRT dan LRT serta berbagai sarana serba high-tech, maka sulitlah untuk kembali ke era The Big Village atau Kampung Besar. Namun beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini yang terjadi di Jakarta membuat kita berfikir, seolah-olah kesan "kampungan" itu sedang dikembalikan dengan bingkai kata-kata.
Dua peristiwa yang terjadi pada kisah Monas yang direvitalisasi oleh Anies Baswedan dan adanya event Formula E pada 6 Juni 2020 membuat warga Jakarta terpana. Sekretariat Negara telah memberikan ijin untuk revitalisasi maupun balapan Formula untuk pemerintah provinsi Jakarta yang kini dipimpin oleh Anies Baswedan.
Sayangnya revitalisasi Monas ada cacat khususnya penebangan lebih dari 190 pohon Mahoni yang tumbuh susah payah di tengah Jakarta yang sehari-hari riuh rendah dengan raungan mesin kendaraan bermotor, belum lagi polusi. Meskipun akhirnya dilakukan penanam kembali, namun penebangan atas nama revitalisasi itu tetaplah tidak elok.
Rencana balapan Formula E di area Monas pada Juni 2020 (realitarakyat.com).
Ketika Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerima Anies Baswedan di Balai Kota pada tahun 2017 sebelum Ahok digantikan oleh Djarot. (kumparan.com)
Akhirnya Anies Baswedan mengapresiasi keputusan Menteri Sekretaris Negara yang mengijinkan penyelenggaraan balapan formula E di area Monas yang sebelumnya sempat ditolak itu. Sayangnya surat permohonan ijin oleh Pemprov DKI yang ditandatangani oleh Anies Baswedan itu diwarnai dengan istilah "salah ketik".
Sekda DKI Saefullah menyebut ada kesalahan ketik atau input pada rekomendasi dalam surat izin yang diajukan ke Kementerian Sekretariat Negara. Menurut laporan megapolitan.kompas.com (14/2/2020) Kesalahan itu terkait rekomendasi penyelenggaraan Formula E di kawasan Monas, Jakarta Monas. Rekomendasi harusnya diberikan oleh Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta. Namun, dalam surat Anies ditulis bahwa rekomendasi diberikan oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta.
Kok bisa begitu ya?
Itulah pembelaan Saefullah untuk Anies untuk kesekian kalinya. Seperti dilaporkan oleh news.detik.com (14/2/2020) Saefullah mengaku belum mengetahui jelas kesalahan tersebut. Menurutnya, pihak Biro Kepala Daerah memiliki kewenangan untuk menjelaskan masalah tersebut.
Kepada para wartawan Saefullah mengatakan begini, "Tanya Pak Mawardi (Kepala Biro Kepala Daerah) harusnya kalau ada kekeliruan naskah, salah input yang mengetik kali ya, diperbaiki saja. Tanya Mawardi ya,"
Ada apa dengan proses birokrasi di Pemda DKI? Apakah tidak ada staff yang mampu dan memahami bagaimana sebuah surat dibuat maupun konten yang berkaitan dengan proses perijinan seperti yang dikirim ke Menteri Sekretaris Negara sehubungan dengan ijin Formula E di Monas itu?
Sangat lucu jika tidak dilakukan cek dan ricek sebelum secarik surat penting ditandatangani oleh seorang gubernur. Pemda DKI juga punya biro hukum yang pasti punya orang yang bisa memberikan pertimbangan hukum sebelum membuat surat yang sangat penting.
Di masa lalu Jakarta sering disebut sebagai barometer untuk provinsi lain di Indonesia. Mungkin Kota Surabaya yang dipimpin oleh seorang walikota lebih tepat disebut sebagai barometer untuk Indonesia untuk proses birokrasi yang transparan. Sudah banyak kota lain yang belajar kepada Tri Risma Harini atau Bu Risma tentang bagaimana sebuah kota harus ditata dengan pengelolaan yang yang profesional, bukan hanya dengan rangkaian kata-kata.
Kiranya peristiwa "salah ketik" itu yang sempat dianggap sebagai kebohongan publik oleh Ketua DPRD DKI, haruslah menjadi kejadian terakhir kali, apalagi Gubernur Anies Baswedan didampingi para ahli yang disebut TGUPP yang berjumlah 67 orang, lalu dikurangi menjadi hanya 50 orang, namun anggaran untuk mereka adalah tetap.
Pada saatnya akan tiba bahwa Jakarta tidak lagi berstatus sebagai Ibukota NKRI karena dipindahkan oleh Presiden Jokowi ke Kalimantan Timur, namun Jakarta adalah tetap berfungsi sebagai kota perdagangan, jasa keungan, bisnis dan pariwisata. Seperti Sydney di Australia, meskipun ibukota negeri Kangguru itu adalah Canberra, namun Sydney adalah kota terbesar di benua itu dan merupakan kota keuangan dan bisnis ternama di belahan bumi selatan sebagaimana halnya New York di Amerika Serikat.
Jakarta selalu punya peluang untuk menjadi kota yang membuat warganya bangga bukan hanya menikmati kebahagiaan semu.
Warga Jakarta berhak memiliki pemimpin yang bukan saja cakap dalam retorika melainkan juga punya kompetensi yang mumpuni dalam menjalankan roda pemerintahan yang taat pada hukum yang berlaku untuk kesejahteraan warganya.
Tayangan tentang kesan warga tentang Gubernur Jakarta dari masa ke masa
Mungkin setelah kisah "Salah Ketik" ini ada pelajaran berharga untuk selalu mengingat rekam jejak dan kompetensi sebelum warga mengambil keputusan di bilik suara.
Kalau minum kopi, teh atau makanan ada rasa yang diidamkan oleh seseorang atau pecinta kuliner. Begitu pula ketika masyarakat melihat sepak terjang dan rekam jejak seorang tokoh, apalagi ketika tokoh tersebut akan mencalonkan diri pada jabatan publik, atau terdengar kabar bahwa seorang tokoh akan dicalonkan menjadi pejabat yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Sementara itu ada tokoh tertentu mencoba menaikkan citra dirinya dengan cara tertentu. Pencitraan itu memang penting. Sayangnya tidak semua orang beruntung memiliki citra diri yang terbentuk secara alami. Hanya sedikit orang yang memiliki citra yang asli, dan akhirnya menjadi legenda.
Bung Karno sering disebut sebagai pemimpin dengan kharisma yang mencerminkan seorang tokoh politik yang berwibawa, bukan hanya karena seorang orator ulung yang terbukti sejak berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda. Para pejabat Hindia Belanda sangat gentar sekaligus kagum kepada Sukarno.
Di mata para wanita, Bung Karno juga a good looking person, punya senyum menawan serta pembawaan yang memang berwibawa. Kharisma tersebut seolah memang menitis dari tokoh Karna atau Kresna yang dikagumi Bung Karno.
Jabat tangan erat Presiden Jokowi setelah Ahok dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta. Keduanya juga merupakan sahabat karib (tribunnews.com).
Persahabatan dua pemimpin kharimastik pada jamannya, yang abadi sampai kini antara Presiden USA, John F. Kennedy dan Presiden RI Bung Karno ketika kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat (misterisejarahind.blogspot.com)
Di jaman now ada tokoh dari kota kecil di Jawa Tengah, Joko Widodo alias Jokowi yang punya citra diri sebagai tokoh yang senang blusukan ke tengah-tengah warga seperti di pasar, pemukiman sederhana, ngopi dan makan siang di warung yang dikelola wong cilik. Senyum dan caranya ngomong yang biasa-biasa saja, cenderung sering ada jeda itu bisa membuat orang kagum kepadanya. Sementara orang yang menjadi lawan politiknya menganggap Jokowi planga plongo, bahkan dianggap tidak tegas serta segala macam ujaran yang bernada mengejek yang cenderung mengarah pada kebencian politik.
Dari semua cacian dan ujaran bernada mencemooh terhadap Jokowi, ternyata ada ilmu yang jarang dimiliki para politikus, yaitu ilmu sabar. Sejak meniti karir sebagai walikota, lalu gubernur dan muncul sebagai calon presiden pada 2014, Jokowi berhasil membuktikan bahwa kesabaran serta senyuman hangat kepada wong cilik bisa menjadi magnet untuk semua strata masyarakat, dari paling bawah sampai tempat mewah, sehingga Jokowi pecahkan rekor sebagai tokoh politik kota kecil yang memenangkan pemilihan walikota dua kali, gubernur 1 kali dan presiden dua kali. Sepertinya sulit menantikan tokoh yang mampu memecahkan rekor tersebut.
Citra diri yang diraih karena "bawaan lahir" alias alami atau karena besutan konsultan politik atau rekayasa sah-sah saja, yang penting tidak melanggar hukum atau manipulasi, apalagi merekayasa sebuah peristiwa supaya dianggap "hero", yang akhirnya menimbulkan masalah hukum dan politik.
Apapun gaya dan rasa yang timbul dari seorang tokoh publik, apalagi tokoh politik pada akhirnya warga masyarakat ingin rasa nyata dari hasil karya dari seorang walikota, bupati, gubernur atau presiden, bukan hanya pencitraan dan rasa-rasa lainnya.
Kemudian muncul pula istilah baru untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kini lebih senang dipanggil sebagai BTP - setelah Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, BTP diberi julukan Komisaris rasa Dirut.
Sementara itu ada pengagum Anies Baswedan yang menyebut Anies sebagai gubernur rasa presiden. Julukan yang dilayangkan pada Ahok dan Anies ditanggapi beragam oleh para pengamat, netizen maupun warga biasa, yang bisa kita saksikan pada tayangan berikut ini.
Bagaimana respon anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Apakah ada rasa baru yang muncul belakangan ini dari seorang tokoh di negeri ini?
Meskipun ada elite politik dan organisasi yang setuju bila sekitar 600 orang Indonesia yang berpaling ke ideologi ISIS, dimana mereka telah membakar pasport Republik Indonesia - setelah ISIS kalah mereka ingin pulang - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan tegas mengambil keputusan untuk tak pulangkan warga Indonesia, yang kini lebih tepat disebut sebagai mantan WNI untuk pulang ke tanah air.
Sebagaimana dilaporkan oleh news.detik.com (11/2/2020) dari Istana Kepresidenan di Bogor, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa, "Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris. Tidak akan memulangkan FTF (foreign terrorist fighter) ke Indonesia," Lebih lanjut Mahfud mengatakan ada 689 WNI yang berada di Suriah dan Turki. Mereka, kata Mahfud, merupakan teroris lintas batas atau FTF.
Demo Warga dan ORMAS yang tolak kembalinya kombatan ISIS (tirto.id). Sesaat setelah Prof. Mahfud MD dilantik sebagai Menteri Polhukam oleh Presiden Jokowi (m.tribunnews.com)
Secara hukum mereka memang sudah mantan WNI karena dengan terang-terangan tidak mengakui negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang punya semboyan Bhineka Tunggal Ika dengan konstitusi UUD 1945.
Para kombatan yang berasal dari Indonesia itu lebih memilih bergabung dengan bangsa lain dalam kelompok ISIS yang telah dinyatakan sebagai teroris internasional oleh banyak negara ini. Kekejaman mereka terhadap manusia dan situs budaya di Irak dan Suriah, bahkan di antara mereka juga menebar teror di negara-negara lain. Kelompok ini tidak punya welas asih terhadap manusia yang berbeda ideologi dengan keyakinan mereka.
Selain NU, banyak organisasi Muslim dunia juga mengutuk tindakan keji mereka terhadap perempuan dan anak-anak serta siapa saja yang mereka anggap bertentangan dengan ideologi mereka yang tidak berkemanusiaan, bahkan sangat berbeda dengan cinta kasih yang ada pada kitab suci Al Quran.
Kelompok ISIS telah membunuh begitu banyak orang dengan sangat kejam dan memberontak terhadap pemerintahan yang sah seperti di Irak dan Suriah.
KOMNAS HAM sempat ingin supaya anak-anak eks kombatan ISIS itu juga agar dipulangkan ke Indonesia, namun apa yang telah dilakukan kelompok ISIS itu juga sangat sistematis dan kejam pada anak-anak dengan mengindoktrinasi mereka untuk menjadi mesin pembunuh.
Bagi pemerintah untuk memulangkan warga eks WNI itu tentu bisa dilakukan meskipun akan sangat sulit karena harus menemui mereka di daerah konflik yang pasti sangat berbahaya. Jika mereka diijinkan kembali maka ada masalah hukum serta betapa beratnya untuk mengembalikan mereka pada jalur yang benar sebagai manusia biasa. Kalau PERTAMINA punya istilah kembali ke 0 (nol), maka untuk mengembalikan apa yang ada di hati dan pikiran manusia atau dengan istilah deradikalisasi bukanlah pekerjaan mudah, juga tidak murah.
Suka atau tidak suka, keputusan yang diambil oleh pemerintahan Jokowi memang tidak akan memuaskan pihak tertentu yang ingin mereka pulang, apapun alasannya. Sebagaimana halnya Inggris dan negara-negara lain yang warganya sempat berpaling ke ISIS juga telah terlebih dahulu mengambil keputusan untuk menolak kembalinya eks warga mereka yang sebelumnya bergabung pada ISIS.
Keselamatan dan keamanan negara dari ancaman kambuhan teroris yang pulang kampung adalah lebih utama. Indonesia sudah pernah mengalami peristiwa pilu dimana tokoh-tokoh teroris yang pernah ke Afganistan dan daerah konflik lainnya ternyata melakukan gerakan teror di beberapa kota di Indonesia. Sampai kini ancaman itu masih ada karena ada kelompok ISIS yang belum sempat berangkat ke Suriah atau Irak masih ada di Indonesia.
Warga Jakarta sempat terkejut dengan banjir besar pada 1 Januari 2020, yang tidak terjadi pada tahun baru tahun-tahun sebelumnya, baik di era Jokowi maupun Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Keterkejutan warga berlanjut lagi setelah ada lebih dari 190 pohon Mahoni di Kawasan Monumen Nasional atau Monas tidak jauh dari Balai Kota dan Istana Negara tempat Presiden Joko Widodo alias Jokowi bekerja. Balada Siomay & Bubur Kacang Hijau
"Kesibukan" warga yang tidak harus terjadi akhirnya dialami di saat Jakarta banjir lagi (indonesiainside.id). Ahok, gubernur lama sebelum Djarot dan Anies Baswedan gubernur yang dimiliki oleh warga ibukota RI saat ini (m.tribunnews.com).
Jakarta banjir lagi meskipun tidak separah pada awal tahun, namun beberapa wilayah genangan air yang lumayan besar telah membuat warga ibukota merasa susah. Perekonomian pun terganggu, khususnya dialami para pedagang, dari tukang siomay sampai pedagang menengah besar di pusat perbelanjaan sederhana dan mewah. Akses warga untuk beraktivitas pun terganggu.
Musim hujan memang sedang berlangsung, dan diprediksi akan berlangsung sampai akhir Maret 2020.
Para gubernur dari jaman old sampai jaman now punya pengalaman masing-masing dalam mengatasi banjir maupun penangangannya setelah banjir terjadi. Berbeda pula gaya kepemimpinan mereka dalam menjalankan kebijakan termasuk bagaimana mempersiapkan anggarannya.
Memang ada faktor sikap dan perilaku warga yang masih ceroboh karena ada yang ringan tangan membuang sampah ke saluran air termasuk ke sungai dan kali di seputaran Jakarta, bahkan warga Jakarta pasti mendapat kiriman air dalam debit yang besar di musim hujan.
Anies Baswedan sebagai gubernur yang sampai kini masih jomblo karena tarik ulur calon pengganti Sandiaga Uno sebagai wakil gubernur, antara PKS dan Partai Gerindra, padahal kedua partai ini merupakan pengusung Anies Sandi di Pilkada 2017. Anies bukan tidak melakukan apa-apa untuk Jakarta, khususnya dalam hal mengatasi dan mencegah banjir. Tentu ada hal yang belum terjawab.
Lalu apa pendapat warga awam seperti penjual Siomay dan Bubur Kacang Hijau tentang Ahok dan Anies di kala Jakarta banjir lagi?
Para politisi atau elite partai sering mengatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Apakah mereka benar-benar yakin dengan slogan itu?
Bagaimana pendapat anda dengan suara pedagang Bubur Kacang Hijau dan penjual Siomay pada tayangan di atas?
Ada banyak alasan untuk memindahkan sebuah ibukota negara dari tempatnya sekarang ke lokasi baru. Sudah banyak negara yang melakukan itu. Rencana pemindahan ibukota RI bahkan sudah dicanangkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1950an. Bung Karno punya visi yang kuat kenapa Jakarta tidak ideal sebagai ibukota negara RI.
Meskipun demikian, Bung Karno tetap memikirkan untuk memperindah Jakarta dengan berbagai taman, patung-patung tematik berkarisma, serta Monumen Nasional yang kemudian terkenal dengan sebutan MONAS. Keberadaan Monas dan beberapa patung di Jakarta bukan hanya mempercantik kota yang pernah disebut kampung besar ini, Bung Karno bermaksud supaya dunia melihat Jakarta sebagai kota yang “nyeni” dan berbudaya.
Kota besar seperti Jakarta bukan sekadar memiliki keistimewaan sebagai kota metropolis, melainkan sebagai kota berbudaya dan termasuk sebagai kota yang beradab, yang memiliki taman untuk menyaring polusi, bahkan menyerap air serta penting untuk menjaga emosi warganya. Sebuah taman yang tertata indah pasti sangat baik sebagai tempat untuk berkumpulnya warga terutama anak-anak, remaja dan para orang tua melepas penat.
Setiap gubernur Jakarta pasti ingin Monas semakin indah dan menarik untuk dikunjungi, sehingga banyak pohon ditanam, bahkan Sutiyoso atau Bang Yos juga menempatkan rusa selain menanam banyak pohon dan memagari Monas supaya lebih tertib. Jokowi juga melakukan hal yang sama sebagaiman para pendahulunya. Ketika Jokowi menjabat gubenur Jakarta, seperti halnya pendahulunya seperti Fauzie Bowo alias Foke, Jokowi yang kini Presiden RI untuk kedua kalinya juga melakukan revitalisasi di Monas.
"Genangan" air setelah hujan di area Monas saat revitalisasi (genpi.co).
Suasana Monas yang sering digunakan kegiatan politik. Nampak Anies Baswedan berorasi dihadapan pendukungnya. Apakah fungsi Monas akan berlanjut seperti ini lagi? (wartakota.tribunnews.com)
Pengganti Ahok Djarot, yaitu Anies Baswedan alias Anies juga merevitalisasi Kawasan Monas di bagian selatan, dengan menebang begitu banyak pohon mahoni yang telah tumbuh puluhan tahun atas nama revitalisasi. Pro kontra pun bermunculan di berbagai media, termasuk media sosial tentu saja.
Berbeda dengan para gubernur sebelumnya, ternyata Anies belum koordinasi atau belum minta ijin dengan Kementerian Sekretariat Negara untuk proyek revitalisasi tersebut. Beberapa pejabat Pemprov DKI termasuk Sekda membela proyek tersebut.
Warga bersantai di Monas pada suatu malam (mediaindonesia.com). Ahok ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta saat membuka acara Pekan Produk Kreatif Daerah 2013, khusus untuk memfasilitasi industri ekonomi usaha kecil di Jakarta. (metro.tempo.co)
Berbeda dengan para gubernur sebelumnya, ternyata Anies belum koordinasi atau belum minta ijin dengan Kementerian Sekretariat Negara untuk proyek revitalisasi tersebut. Beberapa pejabat Pemprov DKI termasuk Sekda membela proyek tersebut.
Ijin itu memang harus dilakukan oleh gubernur DKI. Monas bukan sekadar taman biasa karena monumen yang sebelumnya bernama Lapangan Ikada ini memiliki fungsi sebagai situs sejarah, cagar budaya, yang juga berfungsi sebagai daerah serapan air. Keberadaan rumput dan pepohonan tentu sangat penting, apalagi Jakarta rawan banjir.
Setelah bungkam beberapa hari, akhirnya para petugas pertamanan pemprov diperintah untuk menanam pohon. Sayangnya bukan pohon Mahoni yang ditanam seperti pohon-pohon yang sebelumnya ada di sana. Meskipun ada anggota DPRD Jakarta yang mengapresiasi Anies setelah penanaman pohon itu, warganet menyebut bahwa pohon-pohon baru itu pasti dibiayai dengan anggaran baru.
Bagaimana nanti status Monas setelah ibukota RI pindah permanen ke Kalimantan Timur? Apakah akan tetap menjadi bagian dari kementerian secretariat negara yang juga melibatkan beberapa kementrian ini? Pada tayangan berikut ini anda bisa menyaksikan opini para wisatawan tentang status Monas dan kesan mereka tentang penebangan pohon yang dilakukan oleh pemerintahan Anies Baswedan ini.
Lalu, bagaimana pendapat anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Apakah anda punya ide khusus untuk Monas?
Setelah Pilpres 2019, Presiden Joko Widodo alias Jokowi bersama Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin sedang bekerja untuk Indonesia, meskipun banyak tantangan dalam lima tahun ke depan. Ada banyak hal yang harus dibereskan bukan hanya di bidang ekonomi dan politik, juga mencegah menyebarnya virus corona di Indonesia.
Langkah tegas untuk evakuasi WNI dari Wuhan ke Pulau Natuna telah dilaksanakan, meskipun ada penolakan dari warga setempat. Pemerintah bersama TNI sebagaimana perintah Presiden Jokowi, Natuna merupakan tempat paling tepat untuk karantina WNI yang dievakuasi dari Wuhan, Tiongkok. Semoga semua berjalan lancar, sehingga tidak menimbulkan rasa khawatir baik di hati warga Natuna maupun masyarakat Nusantara pada umumnya.
Pemimpin dengan rekam jejak menarik: Risma & Ganjar Pranowo (liputan6.com). Begitu pula Sri Mulyani, Menkeu dan Erick Thohir Menteri BUMN (ekonomy.okezone.com)
Meskipun rentang waktu menuju Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 masih jauh, namun perbincangan politik di berbagai tempat termasuk yang dilakukan oleh generasi milenial atau generasi milenial tentang calon presiden pada 5 tahun mendatang juga menarik untuk disimak.
Adanya beberapa pertemuan antara petinggi Partai Nasdem, Ketua Umum Surya Paloh yang beberapa kali bertemu dengan Anies Baswedan juga menimbulkan spekulasi tentang pencalonan Anies pada Pilkada Jakarta mendatang, bahkan lebih jauh sebagai capres pada 2024. Bahkan ada yang menyebut Anies Baswedan sebagai gubernur rasa presiden, yang kemudian menimbulkan kehebohan di media sosial.
Muncul pula nama-nama beken seperti Sandiaga Uno, Ganjar Pranowo dan nama lain seperti Erick Thohir, yang kini harus bekerja keras membenahi BUMN. Mereaka semua masih muda dan punya peluang menarik untuk masuk bursa Pilpres 2024. Yang menarik adalah kemungkinan lanjutan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra yang gagal meraih kursi presiden pada Pilpres 2019 - konon digadang-gadang lagi untuk berlaga pada Pipres mendatang.
Momen setelah Prabowo Subianto dilantik sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Joko Widodo (kabar24.bisnis.com).
Sangat serius, Sandiaga Uno VS Ridwan Kamil bermain catur. Apakah mereka akan berhadapan pada percaturan politik 2024? (liputan6.com)
Terlepas dari berbagai spekulasi dan analisa para pakar, warga yang gandrung pada dunia politik atau pemikiran yang ada di antara para elite politik maupun ORMAS - yang pasti punya kepentingan tertentu di setiap pesta politik, maka analisa dan penerawangan kaum muda yang muncul pada tayangan ini menarik juga untuk disimak. Dalam hal tertentu kepolosan mereka penting dicermati dengan seksama oleh partai dan mereka yang berminat menjadi calon presiden.
Setelah anda menyaksikan tayangan tersebut, apakah anda punya analisa yang mirip atau sama sekali berbeda?
Istilah Golongan Putih alias Golput muncul pada jaman Orde Baru sebagai tanda capek hati pada "demokrasi Pancasila" di era pemerintahan Suharto, dimana para pemenang Pemilu sudah diketahui. Komunitas Golput yang tanpa bentuk saat itu (maklum belum ada WA Group) terdiri dari para mahasiswa dan kaum intelektual serta sedikit orang berprofesi lain.
Yang tidak berani ikut pada kelompok Golput ini adalah anggota keluarga Pegawai Negeri Sipil atau PNS, para guru negeri dan yang berafiliasi dengan pemerintah saat itu.
Euforia kebebasan setelah tumbangnya rezim Suharto sempat membuat Golput berkurang karena ada harapan pada transparansi pada jalannya Pemilu. Namun, kelompok orang yang Golput selalu ada. Mereka terdiri dari orang yang memang selalu pesimis, skeptis dan tidak peduli tentang makna serta akibat dari sebuah Pemilu, baik pemilihan anggota DPR, DPD, kepala daerah ataupun presiden.
Di antara mereka ada juga yang enggan ngantre di TPS karena alasan ekonomi seperti pedagang di sektor informal yang punya pendapatan sangat tergantung pada aktivitas rutin mereka. Begitu pula para perantau yang enggan nyoblos pada Pilkada di kampungnya karena ongkos pergi pulang tidak cukup. Mereka lebih memilih pulang kampung pada saat hari raya untuk family reunion sambil berhari raya ketimbang nyoblos di TPS.
Pada dasarnya jumlah Golput bisa berkurang banyak jika semua pemangku kepentingan pada setiap pemilu menunjukkan sikap yang jujur, transparan dan tidak main-main dalam setiap tahapan pemilu, entah itu Pilkada maupun Pilpres.
Ternyata alasan untuk Golput bukan hanya karena masalah yang dianggap masih terjadi pada persiapan dan tahapan pemilu, melainkan juga karena para para peserta Pemilu itu sendiri. Calon kelompok Golput ini tidak begitu percaya dengan kredibilitas peserta pemilu baik para calon legislatif (caleg), calon kepala daerah bahkan tidak percaya pada visi misi serta program yang ditawarkan oleh partai maupun calon kepala daerah atau para capres.
Alasan untuk Golput bisa bermacam-macam, terutama terjadi di kalangan usia muda. Mereka enggan percaya pada golongan mapan. Perilaku elite politik yang sering nyeleneh, yang hanya pandai mengolah kata dengan semangat mengkritik namun tanpa solusi juga sangat memuakkan kaum muda, yang belakangan ini dikenal dengan istilah generasi Z atau kaum milenial.
Setelah heboh Pilpres 2019 dan pemilu serentak yang heboh itu, maka menjelang Pilkada serta Pilpres 2024 yang akan datang sudah seharusnya para elite politik, pengurus Parpol juga para pejabat termasuk semua Ormas yang berafiliasi kepada partai dan peserta pemilu untuk menunjukkan etika dan perilaku yang lebih baik walaupun belum berjiwa negarawan.
Belum hilang dari ingatan kita pada Pilkada Jakarta 2017 yang sangat panas itu, ternyata ada anak muda yang tergolong sebagai generasi milenial (Z generation) yang memilih untuk Golput saja daripada memilih Anies Sandi, Ahok Djarot atau Agus Silvy. Pada tayangan berikut ini anda akan mengetahui alasannya. Serta apa yang terjadi pada Pilpres 2019 maupun bayangan pilihan anak muda ini pada Pilpres 2024.
Menjadi Golput mungkin adalah sebuah hak, dan ada alasan pembenar dari mereka yang melakukan hal ini, apapun itu alasannya. Bagaimana pendapat anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Memilih dan dipilih adalah hak, begitu pernyataan undang-undang dasar di Indonesia. Namun belum ada aturan yang menyatakan bahwa memilih bukan sekadar hak melainkan adalah sebuah kewajiban, sehingga jika tidak mencoblos atau mencontreng di TPS pada saat Pemilu akan dikenakan denda. Apakah perlu ada peraturan seperti itu ada di Indonesia? |
|