Setelah Virus Corona atau Covid-19 masuk ke Indonesia sangat banyak komentar beraneka ragam yang muncul di media, baik yang bernada prihatin, banyak pula saran yang disampaikan, namun ada juga hoax serta ucapan maupun perilaku yang tidak konstruktif. Sikap negatif itu bukan hanya datang dari orang biasa melainkan juga dari tokoh nasional serta mereka yang punya status penting di tengah-tengah masyarakat.
Media sosial pun penuh dengan pro kontra tentang Covid-19 ini dari yang positif sampai bernada sumbang. Hal ini menjadi perhatian Rudi S. Kamri, pengamat sosial dan politik yang juga punya kegemaran minum kopi ini. Dengan kaca mata uniknya, Rudi menggambarkan situasi Indonesia saat ini terkait tersebarnya virus Corona. Covid-19 Indonesia: Negeri Sedang Berduka Yang Berisik Dan Gaduh Oleh: Rudi S Kamri
Mungkin hanya di Indonesia ini soliditas, solidaritas dan kebersamaan sebuah bangsa tidak terbentuk saat negeri ini diterjang wabah virus corona. Rasa nasionalisme kebangsaan tidak tumbuh secara berjamaah menghadapi serangan wabah dari luar. Semua orang menjadikan Covid-19 sebagai panggung untuk ajang "personal branding". Semua merasa paling benar dan saling mempersalahkan. Keputusan Pemerintah apapun selalu menimbulkan pro dan kontra.
Di negara lain seperti China dan Jepang serta negara lain, sosial media dijadikan wahana untuk mengamplifikasi berita protokol kesehatan yang diberikan otoritas kesehatan yang resmi. Sebagian postingan media sosial dijadikan ajang untuk saling menguatkan sesama anak bangsa. Tapi di Indonesia beda. Sosmed digunakan untuk saling menyerang dan mempertentangkan. Semua keputusan Pemerintah dibahas dan diperdebatkan. Semua merasa paling pintar.
Barisan sakit hati dan sakit jiwa mantan pasukan pendukung 02 kompak menyerang Pemerintah. Mereka kompak mengelu-elukan Anies, seorang Gubernur hasil olahan mayat dan ayat karena menutup sekolah dan tempat wisata. Lha itu memang tugasnya. Masak Presiden harus menutup Ancol atau Monas? Padahal semua Kepala daerah lain juga melakukan hal yang sama. Semua "on the track" di bawah kendali dan arahan Presiden Jokowi.
Herannya beberapa orang pendukung Jokowi juga bersikap yang sama. Mereka mengeluh Presiden kurang cekatan dan sigap. Mereka lupa apa dampaknya kalau Presiden berbicara 'ngasal'. Mereka tidak tahu Presiden harus super hati-hati tetapi tetap strategis dalam setiap mengambil kebijakan. Mereka tidak mau tahu dampak sosial seperti "social chaos" dan ekonomi yang terjadi seperti pengaruh ke kekuatan mata uang rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) apabila Presiden langkah mengambil langkah yang terburu-buru.
Presiden Jokowi sedang teleconference dengan para menteri (lensaindonesia.com). Anies Baswedan, Gubernur Jakarta bersama Sekda DKI (megapolitan.kompas.com)
Memang tidak mudah menjadi Presiden Indonesia. Apalagi hanya dipilih dari 55,5% pemilih. Sisanya pasti mencari berbagai cara untuk selalu menyerang Pemerintah apapun yang dilakukan Presiden. Pada era Sosmed ini terjadi fenomena "Netizen Journalist". Semua orang merasa berhak menulis dan membuat analisa serta berbicara apa saja di media sosial. Terkadang mereka tidak tahu dampak dari postingannya. Mungkin mereka juga belum tahu apa isi postingannya.
Kita ini memang bangsa yang berisik dan suka gaduh. Semua hal diributkan. Mengapa kita tidak bersatu melawan Covid-19? Kita lupakan preferensi pilihan politik kita. Kita malu dengan bangsa lain. Mereka bersatu padu kompak melawan Covid-19. Sedang kita asyik saling cakar cakaran. Ada Guru Besar UI yang gegabah berkomentar seolah negeri ini tanpa pemimpin nasional. Narasi negatif seperti ini serta merta dilahap media dan disebar oleh kaum Kadruniyah. Mereka tidak peduli dampaknya. Yang mereka pedulikan hanyalah ada alasan dan pembenaran untuk menyerang secara brutal kepada Pemerintah.
Saya mengambil sikap 100% makmum dan mengikuti apapun langkah yang diambil oleh Presiden Jokowi dan Timnya. Pembentukan Gugus Tugas Reaksi Cepat Penanganan Covid-19 yang dipimpin Letjen TNI Doni Monardo dan adanya juru bicara corona terpercaya seperti dr. Achmad Yurianto cukup menenangkan perasaan saya sebagai anak bangsa. Dan sebagai warga Jakarta saya pun takzim mengikuti arahan dan kebijakan Gubernur DKI Jakarta dalam kaitan Covid-19.
Menghadapi serangan Covid-19 di Indonesia, yang kita butuhkan adalah kebersamaan dan rasa percaya dengan Pemerintah. Karena tidak ada Pemerintah di dunia ini yang menginginkan rakyatnya terpapar corona secara masif. Tanpa rasa kebersamaan dan kepercayaan kita kepada Pemerintah, kita hanya akan menjadi bangsa barbar yang akan ditertawakan dunia.
Mengkritisi Pemerintah boleh saja bahkan perlu. Tapi harus dalam koridor memberikan solusi untuk perbaikan. Lupakan perbedaan politik. Kita harus bahu membahu membantu pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat semaksimal mungkin. Paling sedikit kita dan keluarga kita harus sehat. Setelah itu kita sehatkan lingkungan terdekat kita. Kalau Pemerintah (baik Pusat maupun daerah) mengambil kebijakan untuk membatasi kerumunan massa (social distancing) kita wajib ikuti dan bantu sosialisasikan.
Mari menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan bermanfaat. Stop postingan saling menghujat. Kita hadapi Covid-19 dengan cerdas. Insyaallah kita akan aman. Aamiin YRA ???
Salam SATU Indonesia
15032020 #OptimisMenangMelawanCorona #BersatuMelawanCorona
0 Comments
Leave a Reply. |
|