Setelah kekuasaan Orde Baru runtuh konon Indonesia memasuki era reformasi dengan demokrasi lebih bebas dari pada jaman Presiden Suharto. Kebebasan itu melahirkan pula banyak partai politik yang terdiri dari tokoh politik, baik yang baru maupun peninggalan masa lalu. Di antara mereka mungkin ada yang tetap menyimpan gaya politik lama dengan kemasan baru. Ada pula politikus baru yang lahir melalui rahim Partai Politik lama dan baru, yang juga beraneka ragam ideologinya, termasuk visi dan misinya. Publik bisa melihat pula bahwa politikus baru tidak selalu membawa semangat reformasi, apalagi cita-cita proklamasi yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa oleh para pejuang dan ibu serta bapak bangsa kita.
Waktu pun berjalan yang kadang slow kadang begitu cepat, apalagi setelah berkembang teknologi di bidang sosial media. Para politikus baru dan lama memaksimalkan kemampuan mereka berkomunikasi, entah dengan cara santun, tutur kata menarik, ada pula yang meledak-ledak, bahkan ada yang lucu, selain banyak di antara mereka yang tertidur ketika sidang atau melontarkan kritik, yang sayangnya miskin solusi.
Pemirsa televisi pasti mengenal politikus seperti Adian Napitulu, yang mantan aktivis 1998 dan penonton terpuaskan dengan gayanya yang asyik untuk disaksikan ketika diserang lawan poltiknya seperti Fadli Zon. Tentu anda juga mengenal sosok Rocky Gerung, dan Jenderal Purnawiran Gatot Nurmantyo yang tiba-tiba muncul di saat hebohnya virus Corona atau Covid-19. Mereka juga akrab di mata warganet. Perdebatan mereka pasti menarik perhatian publik.
Jika anda pelaku media sosial terutama di facebook dan WhatsUp group, anda pasti mengenal sosok Rudi S. Kamri, yang ganteng dengan kaca matanya plus senyumnya yang charming.
Rudi S. Kamri bersama tokoh nasional Prof. Komarudin Hidayat dan Rosiana Silalahi presenter televisi nasional terkenal (Dokumentasi pribadi Rudi S. Kamri)
Namun, tulisan Rudi S. Kamri sangatlah tajam ketika Indonesia mengalami kegalauan di bidang sosial dan politik, yang merupakan perhatian sejati Rudi. Kini anda bisa merenung, mungkin tersenyum penuh arti setelah membaca tulisan Rudi yang rajin mengenakan batik ini. Semoga anda tidak tertawa terlalu ngakak jika membaca judul artikel Rudi berikut ini.
*Nyanyian Sumbang Si Buntelan Kentut*
Oleh: *Rudi S Kamri*
Saya tidak tahu apa isi otak si Buntelan Kentut Fadli Zon. Tapi setiap orang normal di negeri ini pasti muak melihat kelakuan mantan Wakil Ketua DPR RI yang kini turun derajat jadi anggota biasa DPR RI. Dalam kondisi bangsa sedang darurat penyebaran Covid-19, dia masih saja nyinyir tidak jelas juntrungannya seperti orang mabuk jamur tai kerbau.
Seharusnya sebagai wakil rakyat dia turun gunung membantu Pemerintah untuk menangani penyebaran virus corona, minimal untuk masyarakat di Daerah Pemilihan (Dapil)nya. Seharusnya sebagai anggota DPR dia memberi saran atau masukan konstruktif kepada Pemerintah bukan malah menyerang membabi buta di media sosial.
Gatot Nurmantyo ketika masih aktif di TNI AD (kompasiana.com). Fadli Zon yang masih eksis di Gedung Parlemen Senayan tampil bersama Rocky Gerung di sebuah acara (vivanews.com)
Kalaupun mau mengkritisi pun tidak ada masalah asal dilakukan dengan santun dan tidak menimbulkan kegaduhan. Pemerintah dan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 memang bukan maha sempurna. Tetap perlu masukan dan kritikan. Tapi ujaran yang bernada melecehkan ala si kadal burik Rocky Gerung yang dilakukan seorang anggota DPR RI sangat tidak pantas dan menjatuhkan kehormatan dan marwah lembaga kepresidenan.
Kalau Badan Kehormatan atau Ketua DPR RI serta DPP Gerindra tidak mampu mengingatkan dan menegur Fadli Zon, biarkan rakyat yang menegur si Buntelan Kentut ini dengan cara rakyat. Pedih bin menyakitkan. Karena sejatinya Boss yang sebenarnya dari anggota DPR adalah rakyat yang memberi amanah kepada mereka. Rakyat berhak menegur orang yang tidak pantas diberikan amanah. Inilah esensi dasar demokrasi, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Semua orang siapapun dia seharusnya melakukan "statement distancing" atau menahan diri untuk tidak memberi komentar yang destruktif dan membuat gaduh dalam kondisi ibu pertiwi sedang berduka seperti saat ini. Orang seperti Gatot Nurmantyo dan Fadli Zon adalah contoh manusia yang tidak bijak dan tidak tahu diri menyikapi keadaan yang sedang genting.
Kunci sukses menangani penyebaran Covid-19 adalah kebersamaan dan solidaritas sosial. Bukan saling menyerang seperti yang dilakukan Fadli Zon ini. Kalau bisa membantu materi sumbanglah. Kalau tidak bisa membantu materi, berdoalah untuk bangsa ini. Kalau pun tidak mau keduanya, setidaknya diamlah dan jangan membuat gaduh.
Ini pesan keras dari rakyat Indonesia untuk Fadli Zon. Kalau sadar suaranya fals jangan bernyanyi keras dengan nada sumbang. Kasihan orang mendengarkan: MUAL & MUAK !!!
*Salam SATU Indonesia*
21032020
Begitulah cara Rudi S. Kamri ketika menutup tulisannya dengan Salam SATU Indonesia. Kiranya kita selalu mencintai Indonesia yang beragam ini dengan semangat sama, Bhineka Tunggal Ika.
Apabila anda punya pendapat berbeda atau setuju dengan maksud tulisan Rudi S. Kamri, silahkan anda tuangkan uneg-uneg anda box di bawah ini.
Artikel Rudi S. Kamri lainnya:
MENUNGGU PARPOL PEDULI CORONA SEPERTI MENUNGGU SAPI TERBANG DI ATAS MONAS
0 Comments
Leave a Reply. |
|