Atas nama Keluarga Gus Dur Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid, telah menentukan sikapnya untuk Pemilihan Presiden 2019 mendatang. Konsorsium Kader Gus Dur mendukung pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin.
Dengan pernyataan tersebut teka-teki tentang dukungan keluarga Presiden RI ke 4, Abdurrahman Wahid akhirnya terbuka gambling ke seluruh dunia.
Didahului pemaparan perjuangan Gus Dus kecil sampai dewasa yang humanis seperti Mahatma Gandhi, pemimpin yang tidak membedakan suku, ras, warna kulit maupun agama, Kader Gus Dur mempercayakan kepemimpinan Indonesia mendatang tetap pada Jokowi, patahana yang akan berhadapan dengan Prabowo seperti pada Pilpres 2014. Sebagai catatan, sikap kader atau keluarga Gus Dur adalah netral. Begitu pula Komunitas Gusdurian dan ulama alumni Timur Tengah.
Ibu negara RI ke 4 Sinta Nuriyah Wahid juga menegaskan bahwa beliau ingin Indonesia dipimpin oleh presiden yang tidak diskriminatif terhadap warganya karena alasan agama, ras, warna kulit maupun suku bangsa.
Kini terjawab sudah pilihan keluarga Gus Dur akhirnya jatuh pada pasangan 01 Jokowi Ma'ruf Amin. Setelah Yenny Wahid mengumumkan keputusan maha penting tersebut, dibuka pula poster bergambar seorang pria tanpa baju dengan tulisan NKRI. Bisa diduga dengan pasti, bahwa pria yang dimaksud adalah sosok Jokowi.
Beberapa waktu lalu Prabowo Sandiaga Uno pasangan o2 juga telah sowan ke rumah Presiden RI ke 5, Gusdur untuk meminta dukungan kepada keluarga terpandang tersebut, bukan saja di Indonesia, melainkan secara global karena perhatian tulus Gus Dur kepada kaum minoritas, dan merupakan presiden Indonesia yang meresmikan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional.
Kini warga NU telah memiliki pedoman untuk memilih capres sesuai harapan Gus Dus pada Pilpres 2019.
0 Comments
Pada saat undian nomor urut Capres di KPU, Presiden Joko Widodo yang juga merupakan Capres nomor urut 01 memberi tantangan bahwa untuk meraih tahta RI 1 harus dengan elegan tanpa isu SARA, hoax, dan kampanye hitam. Jokowi yang merupakan patahana serta mantan walikota Solo ini mengajak calon nomor urut 02, begitu pula para pendukung Jokowi Maruf Amin & Prabowo Sandiaga Uno supaya berkampanye dengan mempromosikan program, rekam jejak dan prestasi. Ajakan Jokowi disambut dengan baik oleh Prabowo. KPU pun menegaskan hal ini pada deklarasi kampanye damai di Monumen Nasional Jakarta pada Minggu, 23/09/2018.
Ajakan Jokowi yang juga merupakan mantan gubernur DKI ini patut diapresiasi, bukan hanya harus dilaksanakan oleh para capres dan cawapres saja - semua tim sukses, simpatisan dan relawan pun harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan aksi maupun narasi kampanye yang sifatnya menghasut, black campaign, apalagi menggelontorkan isu SARA, baik di tempat umum maupun di media sosial.
Cerianya capres & cawapres pada deklarasi damai di Monas. (banjarmasin.tribunnews.com). Para peserta Pemilu melepas burung merpati masing-masing untuk Pemilu damai (bbc.com)
Peristiwa "nggak enak" yang pernah terjadi ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 sudah seharusnya tidak terjadi lagi. Saat itu Jakarta sempat suram karena isu SARA sempat mendominasi suasana hati warga Jakarta.
Pada Pemilu serentak dimana rakyat Indonesia untuk pertama kalinya memilih anggota legislatif pusat dan daerah serta anggota DPD, dan tentu saja pemilihan presiden Indonesia ke 8 ini agar bisa berlangsung dalam suasana ceria, menghibur namun tetap cerdas dengan promosi atau janji kampanye yang lebih realistis, sehingga para pemilih bisa mempelajari dengan cermat setiap program yang ditawarkan - tanpa dibumbui isu SARA, black campaign dan hoax.
Para elite politik, timses dan semua ketua relawan harus berani menegur setiap individu yang melanggar etika dan aturan kampanye. Polisi dan BAWASLU pun harus bertindak tegas. Jika para elite dan pihak berwenang tegas, maka para pendukung maupun relawan serta timses tidak akan berani main-main untuk merusak pesta demokrasi lima tahunan ini.
Apa sih harapan warga pada Pilpres 2019 jaman now? Yuk kita lihat video tentang makna nomor 01 dan 02 menurut warga ini, lengkap dengan harapan warga dengan santai namun seksama.
Semoga para peserta Pemilu serentak yang pertama kali di Indonesia ini bisa lebih arif dan bijaksana.
Bagaimana pendapat anda? Jika anda terinspirasi, yuk share artikel ini.
Benarkah memilih calon presiden mirip dengan memilih calon istri atau suami?
Barangkali ada benarnya. Ada pepatah Jawa tentang "Bibit Bebet Bobot" yang sering diingatkan kepada anak yang sepertinya sudah ketemu jodohnya. Meskipun kita sudah hidup di Jaman Now, ternyata kearifan lokal khas Jawa tersebut masih jadi rujukan sebelum memastikan calon pasangan hidup. Para pengamat sering mengingatkan, bahwa sangat penting melihat rekam jejak alias track record calon pemimpin publik seperti walikota, bupati, gubernur, anggota DPR, dan tentu saja calon presiden serta cawapresnya.
Setiap orang punya rekam jejak dalam hidupnya dari hal sederhana seperti akte kelahiran, KTP, Ijazah, riwayat pekerjaan, hobi, catatan kriminal dan sebagainya. Rekam jejak itu ada yang tertulis, dan tersimpan di arsip resmi maupun di media sosial - sering disebut sebagai Jejak Digital. Apakah jejak digital bisa dihapus?
Bisa saja, tapi jangan teralu gembira dulu karena Netizen sudah pintar, jika ada yang menarik, apalagi heboh, bisa dipastikan sudah ada beberapa orang yang membuat screen shot atas apa yang kita lakukan di media sosial seperti Twitter, Facebook, WhatsUp dan sebagainya.
Wajah ceria #JokowiMarufAmin (detiknews.com) #PrabowoSandiagaUno ketika tes kesehatan di RS Gatot Subroto (tabloidbintang.com)
Rekam jejak juga bisa tersimpan di KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan dalam ingatan para sahabat kita. Jika tidak berhati-hati, rekam jejak itu akan diungkap oleh televisi, koran, dan tentu saja media sosial. Ternyata dalam urusan politik tidak semua orang mudah lupa dengan rekam jejak seseorang.
Bagaimana ingatan warga awam pada rekam jejak #Capres2019 yang akan berlaga pada #Pilpres2019 yang akan memperebutkan kursi RI1 dan RI2 untuk masa bakti 2019 - 2024. Yuk kita saksikan video berikut ini.
Bagaimana pendapat anda setelah menyaksikan video tersebut. Apakah anda bisa mengambil keputusan siapa yang akan anda pilih pada #Pilpres2019 nanti?
Para kandidiat Presiden & Cawapres 2019 - 2024. Foto kiri: medan.tribunnews.com Foto Kanan: kumparan.com
Menjelang Pilkada, apalagi Pilpres ada banyak topik yang menjadi bahan gorengan untuk mengkritik lawan politik. Kritikan itu ada yang proporsional maupun yang sekadar bicara, yang penting bisa menyerang. Kita bisa saksikan semua itu di televisi nasional pada saat talk show, wawancara di gedung DPR, seminar, dan tentu saja di media sosial.
Pihak pemerintah pun membalas setiap serangan dengan menyajikan data, dan perbandingan dengan kondisi negara lain, juga bagaimana dengan keadaan Indonesia pada jaman presiden sebelum Jokowi. Hutang luar negeri Indonesia akhirnya menjadi bagian paling asyik untuk didebatkan. Para pengamat ekonomi, bahkan para ahli yang mendadak mengerti ekonomi pun ikut nimbrung, apalagi redaksi televisi ada yang "sengaja" mengundang mereka ke studio - mungkin supaya lebih berimbang atau sekadar meramaikan atau supaya rating tayangan mereka naik. Ini sah sah saja, namanya juga media jaman now.
Setelah "reformasi 1998", Indonesia menjadi lebih bebas, sehingga setiap orang bisa bicara dan mengemukakan pendapat melalui berbagai meia dengan mudah. Namun ada juga yang mengatakan - sudah sangat kebablasan. Begitu pula ketika mereka bicara tentang masa depan Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan hutang pemerintah yang sejatinya harus digunakan untuk membangun berbagai bidang. Apa sih hutang menurut warga biasa?
Seperti lagu Desi Ratna Sari yang tak sengaja lewat depan rumah kekasihnya, "Tenda Biru", ternyata secara nggak sengaja di YouTube saya melihat video pendapat warga, tepatnya orang awam tentang hutang pemerintah di jaman Presiden Jokowi. Yuk lihat bareng
Bagaimana pendapat anda dengan komentar warga yang orang awam pada video di atas? Apakah anda merasakan hal yang sama atau setuju dengan para pengamat dan politikus jaman now?
|
|