Pada kampanye Presiden Jokowi berhadapan langsung untuk kedua kalinya dengan Prabowo Subianto ada tagline politik menarik yang dikemas tim sukses adalah #Jokowi2Periode dengan alasan agar program periode pertama bisa dilanjutkan atau dituntaskan. Ternyata tagline itu berhasil diwujudkan. Bersama Wapres Prof. DR. KH. Ma'ruf Amin dan Kabinet Indonesia Maju, Presiden Jokowi akan melanjutkan pembangunan infrastruktur baik fisik dan non fisik. Karena itulah Jokowi akan membangun sumber daya manusia.
Dalam kondisi kekinian dimana ada tantangan besar yang juga dihadapi para pemimpin dunia lainnya yang disebabkan oleh pandemi global gara-gara Covid-19, Presiden Jokowi sepertinya harus menyesuaikan dengan situasi terkini agar ekonomi Indonesia bisa tetap berjalan. Ini merupakan pekerjaan besar.
Karena itulah Presiden Jokowi sudah mensahkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law agar terjadi proses yang lebih fleksibel dalam urusan perijinan di bidang investasi, perijinan usaha yang akan mengarah pada terciptanya lapangan kerja lebih banyak. Ini diyakini oleh Presiden Jokowi karena proses perijinan akan lebih lebih cepat, sehingga mengurangi beban biaya yang biasanya terpaksa dikeluarkan oleh para investor atau pengusaha, baik oleh para konglomerat, pengusaha menengah, kecil dan mikro.
Ternyata ada penolakan terhadap UU Cipta Kerja itu, dan terjadilah unjuk rasa yang dilakukan oleh serikat pekerja, mahasiswa, Ormas dan pelajar. Pada unjuk rasa itu ada pula yel yel dan spanduk yang meminta agar Presiden Jokowi mundur, sehingga wajar jika demonstrasi tersebut dianggap memiliki agenda politik tertentu sebagaimana banyak dibicarakan pada berbagai talk show di televisi nasional dan tentu saja di media sosial.
Fokus demonstrasi sepertinya hanya pada masalah ketenagakerjaan padahal UU Cipta Kerja itu juga ada pasal tentang bagaimana agar dana rupiah yang selama ini parkir di luar negeri bisa dikembalikan ke Indonesia.
Jika mengenang peristiwa Pilpres 2019 berlangsung ternyata tidak semua pihak setuju dengan tagline #Jokowi2Periode dengan alasan masing-masing. Karena itu menarik untuk disimak tayangan berikut ini. Ada warga yang punya pendapat politik yang juga berbeda, yang sebenarnya pernah juga diucapkan oleh elite politik dan seniman terkenal. Lalu apa opini atau keinginan warga pada video ini yang terkait dengan tagline tersebut?
Setelah anda menyaksikan tayangan ini, apakah anda sependapat?
0 Comments
Habib Rizieq pemimpin FPI dikabarkan akan pulang ke Indonesia pada 10 November 2020. Sudah ada spanduk ucapan yang menyambut kedatangan Rizieq dari para pendukungnya seperti Alumni 212. Lalu bagaimana respon Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok?
Ahok dan Habib Rizieq memang "terkait" secara politik pada khususnya pada Pilkada Jakarta 2017. Rizieq bersama FPI merupakan pendukung pasangan Anies Sandi yang sangat keras berkampanye untuk mengalahkan Ahok. Pada ronde pertama pasangan Ahok Djarot berhasil memenangkan suara pada Pilkada yang paling menegangkan itu.
Akhirnya Anies Sandi menang pada putaran kedua. Peristiwa selanjutnya adalah Ahok mendapat vonis hukuman dua tahun penjara karena dianggap melakukan penistaan agama. Kemudian Habib Riziek pergi ke Arab Saudi untuk umroh.
Sampai akhirnya Ahok keluar dari Mako Brimob tempat dia menjalani "Sekolah Kehidupan" dan Ahok menikah dengan Puput, Ketua FPI Habib Rizieq belum juga pulang ke tanah air. Ahok pun menikmati kebebasannya dengan membuka YouTube Channel bertajuk "Panggil Saya BTP" dan sudah memiliki lebih dari satu juta subscriber. Ahok juga menerbitkan buku tentang pencerahan yang dia dapatkan selama menjadi penghuni Mako Brimob di Depok, Jawa Barat.
Presiden Jokowi berhasil memenangkan Pilpres 2019 bersama Prof. DR. KH. Ma'ruf Amin, lalu Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. Sejak ada isu masuknya BTP sebagai calon Komisaris dan Dirut Pertamina, alumni 212 gencar menyatakan penolakan terhadap posisi baru Ahok di Pertamina ini.
Setelah Ahok menjabat sebagai Komut Pertamina Habib Rizieq masih ramai menjadi bahan pembicaraan di media sosial, begitu pula Ahok. Sampai akhirnya tersiar kabar bahwa Rizieq akan pulang pada 10 November 2020. Ada kontroversi di seputar kepulangan Rizieq ini.
Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD sebagaimana dilaporkan jpnn.com (4/11/2020) mengatakan bahwa Habib Rizieq ingin pulang ke tanah air secara terhormat, bukan karena dideportasi. "Tapi satu hal yang belum dicabut, dia itu akan dideportasi karena dianggap melakukan pelanggaran imigrasi. Sekarang ini Rizieq Shihab ingin pulang ke Indonesia tapi tidak mau dideportasi. Dia ingin pulang terhormat, gitu. Ya silakan saja urus. Itu urusan dia sama pemerintah Arab Saudi bukan urusan dia dengan pemerintah Indonesia," ujar Mahfud saat diwawancarai Ade Armando, yang ditayangkan di Chanel YouTube Cokro.
Ade Armando & Mahfud MD di kanal Cokro TV (harianaceh.com)
Bagaimana respon Ahok setelah mendengar Habib Rizieq akan tiba di Indonesia pada 10 November 2020?
Ahok menyambut baik kepulangan Rizieq. "Selamat tiba kembali di tanah air," kata Ahok kepada CNNIndonesia.com lewat pesan singkat pada Rabu (4/11/2020)
Panggung politik dunia pasti heboh kalau ada Pemilihan Umum Presiden di United States of America yang terkenal dengan musik, games dan film produksi Hollywood. Maklumlah para presiden Amerika Serikat sering lebih ngetop daripada bintang film. Entah terkenal karena dia punya karisma seperti Barack Obama, John F. Kennedy atau Rondald Reagan, yang mantan aktor film Coboy itu.
Namun berbeda dengan sistem pemilu presiden di Indonesia, Australia, Inggris atau India yang akan cepat bisa diumumkan setelah penghitungan suara selesai, ternyata di negerinya Angelina Jolie tidak seperti itu caranya. Kenapa begitu?
Berbeda dengan warga Indonesia yang suaranya dinilai one man one vote, artinya setiap suara pasti mempengaruhi kemenangan calon Presiden. Jika sudah diketahui siapa capres Indonesia yang memenuhi syarat meraih suara terbanyak, maka dia lah sang pemenang. Tentu kalau pihak yang kalah ngambek dan tidak terima dengan hasil suara yang telah dihitung resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sistem one man one vote tidak berlaku di Amerika Serikat termasuk pada Pilpres 2020 ini. Sebagaimana dilaporkan oleh kumparan.com (4/11/2020) Warga AS sebenarnya tak memilih secara langsung presiden namun memilih para electors. Sistem ini yang dikenal sebagai electoral college. Kalau dibandingkan pemilu di Nusantara, maka sistem di Indonesia jauh lebih pas kalau disebut sebagai Pilpres yang menganut demokrasi langsung secara penuh, ya karena one man one vote bukan dengan sistem electoral college.
Agar bisa resmi berkantor dan tinggal selama empat tahun di Gedung Putih, Trump dan Biden pun minimal harus mengantongi 270 suara electors untuk bisa duduk di Gedung Putih dari total 538 suara.
Kemungkinan ditunda mungkin akan besar apalagi sang incumbent berulang kali menuding pemilihan melalui pos akan menyebabkan kecurangan yang meluas, meski sejauh ini belum ada bukti dari tudingan ini. Kumparan.com juga melaporkan Donald Trump yang terkenal dengan ujaran "you're fired" ini sudah mengisyaratkan kemungkinan hasil pemilu kali ini harus diselesaikan oleh Mahkamah Agung.
Penundaan yang akan membuat warga AS dan dunia harap-harap cemas adalah kalau salah satu calon tak segera mengumumkan kemenangan, begitu pula kalau lawannya tidak segera mengakui kemenangan lawannya dan mengumumkan kekalahan.
Jika ini terjadi, maka akan terjadi sengketa pemilu dan menjadi tugas Mahkamah Agung (Supreme Court) untuk menyelesaikan gugatan pihak yang merasa dirugikan pada Pilpres Amerika 2020 ini. Lumayan ribet ya?
Sambil menyeruput kopi saat stay at home atau working from home, yuk simak tayangan yang terkait Pilpres di Amerika ini.
Apakah anda sependapat dengan para nara sumber?
Selain mempunyai insting, manusia memiliki keunggulan unik yang tidak ada pada mahkluk lain, yaitu imajinasi dan kecerdasan intelektual untuk mengekspresikan "rasa" yang ada pada hati dan pikirannya. Ekspresi itu bisa kita lihat dan rasakan dalam bentuk seni suara, musik, seni rupa, karikatur, sastra, film, video, arsitektur, busana, kuliner, dan penyampaian opini serta unjuk rasa. Kebebasan mengutarakan ekspresi dalam berbagai bentuk sudah diperjuangkan umat manusia sejak ribuan tahun dan masih berlangsung sampai sekarang di jaman digital ini.
Berkat adanya kebebasan dalam berekspresi manusia menikmati berbagai keindahan rasa dan karsa, sehingga ada rasa bahagia dan kelezatan lain yang kadang kala sulit diungkapkan dengan kata-kata. Sayangnya ujung dari kebebasan tersebut membuat manusia lain, komunitas di luar dirinya atau sebuah bangsa dan penganut agama serta keyakinan yang berbeda menjadi tidak nyaman.
Adakah limitasi dalam Freedom of Expression?
Perasaan tersinggung yang mungkin dimulai dari segelintir orang akan menyulut mereka yang sebelumnya hanya menyimpan rasa marahnya dalam hati. Terjadilah peristiwa yang akhirnya mengancam makna dari kebebasan itu sendiri. Bukan hanya hati yang terluka, ragapun bisa terluka parah, bahkan mengakibatkan kematian yang tidak perlu.
Ada berbagai profesi dan hobby yang menuntut kebebasan dalam berekspresi atau Freedom of Expression seperti para seniman, jurnalis, content creator, pengamat politik, pegiat hak asasi manusia, LSM, dan sebagainya. Harus diakui bahwa banyak hasil karya sastra, lukisan, film, lagu, laporan para wartawan, ahli ekonomi, penulis kolom, blogger, seniman karikatur, pegiat LSM, politisi yang mampu mengubah kondisi sebuah negara menjadi lebih baik. Itu bisa terjadi sebagian karena ada Freedom of Expression.
Kebebasan seperti itu tidaklah bisa dinikmati di negara-negara yang masih dijalankan dengan konstitusi yang yang membatasi kebebasan berekspresi khususnya dalam politik secara ketat. Indonesia bisa dikatakan beruntung karena berekspresi masih bisa dilakukan lebih bebas daripada di Korea Utara, Tiongkok, Turki, Iran dan beberapa negara di Timur Tengah.
Sayangnya kebebasan dalam berekspresi itu sering menimbulkan benturan yang mengganggu orang banyak. Freedom of speech ternyata wujudnya berupa ujaran kebencian (hate speech) yang diramu dengan fake news dan hoax. Social media pun digunakan dengan riang gembira untuk meramu kebebasan yang tidak bisa dirasakan di negara-negara tersebut di atas.
Kalau ada pihak yang merasa dirugikan melapor ke kantor polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE, maka orang yang mengumbar hate speech itu - entah di twitter, YouTube, facebook atau Instagram - setelah beberapa waktu akan minta maaf. Sepertinya minta maaf dengan modal meterai Rp 6000 adalah pemanis untuk mengucapkan minta maaf yang sering disertai dengan ekspresi penyesalan. Bila perlu menangis dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya itu. Ini dilakukan agar tidak diproses di meja hijau karena takut menempati kamar hotel prodeo.
Yang menyedihkan adalah bila ada organisasi masyarakat (ORMAS), politisi, pengamat dan influencer yang ikut membela kebebasan ekspresi yang kebablasan itu. Berbagai acara talk show di televisi nasional dan panggung media sosial pun ramai beberapa hari untuk mengulas itu.
Lucunya nara sumber yang diundang untuk talk show tidak jarang adalah para tokoh yang tidak punya keahlian di bidang yang sedang hangat dibicarakan. Producer acara senang menampilkann mereka karena "keberanian" mereka berbicara. Istilahnya blakblakan saat berdebat. Terjadilah debat kusir yang diwarnai saling potong antar pembicara. Ternyata peminat acara semacam itu sangat banyak, sehingga para pemasang iklan pun berebut slot iklan di televisi karena rating acara tersebut sedang melambung.
Kenapa kebebasan berekspresi itu selalu diselewengkan atas nama demokrasi?
Ada banyak kepentingan yang "membela" itu semua seperti kepentingan politik, bisnis atau kelompok tertentu untuk melindungi kepentingan tertentu apapun itu namanya. Apakah dunia harus berputar dengan cara vulgar dan cendrung menyakitkan yang sangat mungkin merusak kemanusiaan itu sendiri? Bukan tidak mungkin ekspresi yang disampaikan dengan cara-cara yang melanggar etika dan kearifan budaya lokal Nusantara, suatu saat akan mengancam kebebasan yang sudah dijamin oleh konstitusi di Indonesia. |
|