Kalau minum kopi, teh atau makanan ada rasa yang diidamkan oleh seseorang atau pecinta kuliner. Begitu pula ketika masyarakat melihat sepak terjang dan rekam jejak seorang tokoh, apalagi ketika tokoh tersebut akan mencalonkan diri pada jabatan publik, atau terdengar kabar bahwa seorang tokoh akan dicalonkan menjadi pejabat yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Sementara itu ada tokoh tertentu mencoba menaikkan citra dirinya dengan cara tertentu. Pencitraan itu memang penting. Sayangnya tidak semua orang beruntung memiliki citra diri yang terbentuk secara alami. Hanya sedikit orang yang memiliki citra yang asli, dan akhirnya menjadi legenda.
Bung Karno sering disebut sebagai pemimpin dengan kharisma yang mencerminkan seorang tokoh politik yang berwibawa, bukan hanya karena seorang orator ulung yang terbukti sejak berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda. Para pejabat Hindia Belanda sangat gentar sekaligus kagum kepada Sukarno.
Di mata para wanita, Bung Karno juga a good looking person, punya senyum menawan serta pembawaan yang memang berwibawa. Kharisma tersebut seolah memang menitis dari tokoh Karna atau Kresna yang dikagumi Bung Karno.
Jabat tangan erat Presiden Jokowi setelah Ahok dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta. Keduanya juga merupakan sahabat karib (tribunnews.com).
​Persahabatan dua pemimpin kharimastik pada jamannya, yang abadi sampai kini antara Presiden USA, John F. Kennedy dan Presiden RI Bung Karno ketika kunjungan kenegaraan ke Amerika Serikat (misterisejarahind.blogspot.com)
Di jaman now ada tokoh dari kota kecil di Jawa Tengah, Joko Widodo alias Jokowi yang punya citra diri sebagai tokoh yang senang blusukan ke tengah-tengah warga seperti di pasar, pemukiman sederhana, ngopi dan makan siang di warung yang dikelola wong cilik. Senyum dan caranya ngomong yang biasa-biasa saja, cenderung sering ada jeda itu bisa membuat orang kagum kepadanya. Sementara orang yang menjadi lawan politiknya menganggap Jokowi planga plongo, bahkan dianggap tidak tegas serta segala macam ujaran yang bernada mengejek yang cenderung mengarah pada kebencian politik.
Dari semua cacian dan ujaran bernada mencemooh terhadap Jokowi, ternyata ada ilmu yang jarang dimiliki para politikus, yaitu ilmu sabar. Sejak meniti karir sebagai walikota, lalu gubernur dan muncul sebagai calon presiden pada 2014, Jokowi berhasil membuktikan bahwa kesabaran serta senyuman hangat kepada wong cilik bisa menjadi magnet untuk semua strata masyarakat, dari paling bawah sampai tempat mewah, sehingga Jokowi pecahkan rekor sebagai tokoh politik kota kecil yang memenangkan pemilihan walikota dua kali, gubernur 1 kali dan presiden dua kali. Sepertinya sulit menantikan tokoh yang mampu memecahkan rekor tersebut.
Citra diri yang diraih karena "bawaan lahir" alias alami atau karena besutan konsultan politik atau rekayasa sah-sah saja, yang penting tidak melanggar hukum atau manipulasi, apalagi merekayasa sebuah peristiwa supaya dianggap "hero", yang akhirnya menimbulkan masalah hukum dan politik.
Apapun gaya dan rasa yang timbul dari seorang tokoh publik, apalagi tokoh politik pada akhirnya warga masyarakat ingin rasa nyata dari hasil karya dari seorang walikota, bupati, gubernur atau presiden, bukan hanya pencitraan dan rasa-rasa lainnya.
Kemudian muncul pula istilah baru untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang kini lebih senang dipanggil sebagai BTP - setelah Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, BTP diberi julukan Komisaris rasa Dirut.
Sementara itu ada pengagum Anies Baswedan yang menyebut Anies sebagai gubernur rasa presiden. Julukan yang dilayangkan pada Ahok dan Anies ditanggapi beragam oleh para pengamat, netizen maupun warga biasa, yang bisa kita saksikan pada tayangan berikut ini.
Bagaimana respon anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Apakah ada rasa baru yang muncul belakangan ini dari seorang tokoh di negeri ini?
0 Comments
Leave a Reply. |
|