Beruntunglah warga Jakarta yang lokasinya aman dari kepungan genangan air yang tinggi, yang terjadi di awal tahun 2020 setelah hujan deras pada akhir tahun 2019. Meskipun ada warga yang tidak kebanjiran, namun pasti enggan untuk jalan-jalan ke tempat lain di sekitar Jakarta, bahkan mau terbang via Bandara Halim Perdana Kusuma pun sulit dilakukan. Runway di bandara tersebut tergenang air, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jakarta memang rawan banjir, namun dengan usaha tertentu pasti bisa dikendalikan dengan kebijakan politik anggaran yang tepat. Menurut laporan gesuri.id (30 April 2019), Gubernur Anies Baswedan telah memangkas anggaran pengendalian banjir pada APBD 2018. Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, politisi PDIP ini mempertanyakan tentang pengurangan anggaran penanggulangan banjir yang dipotong oleh Anies.
Lebih lanjut gesuri.id juga melaporkan bahwa Prasetyo meminta Anies berpikir ulang. Prasetyo menyatakan pula, "Masalah anggaran banjir, saya lihat sekarang ini kenapa diturunkan? Seharusnya ditambah. Misalnya suatu saat kekurangan anggaran, kita sudah siap. Ini yang buat anggaran sopo?"
Sementara itu pada 29 April 2019 sebagaimana dilaporkan news.detik.com Gubernur Jakarta memastikan program naturalisasi sungai terus berjalan. Pada era gubernur sebelumnya, baik jaman Ahok maupun Sutiyoso, program pengendalian banjir di kali Ciliwung disebut dengan istilah normalisasi. Anies menggantinya dengan kata baru, naturalisasi. "Kita sedang dalam lima wilayah yang sedang dalam proses, mudah-mudahan akhir tahun ini selesai. Salah satunya adalah di koridor Kali Ciliwung, sampai dengan pintu air Istiqlal. Begitu kemudian juga di Kanal Banjir Barat. Juga ada percontohan dari proses ini," Kata Anies Baswedan.
Petugas tidak bisa nikmati liburan tahun baru karena harus mengevakuasi warga sebelum datangnya kiriman dari Pintu Katulampa, Bogor (news.detik.com). Ketika Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menerima calon gubernur Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta pada tahun 2017 (jakarta.bisnis.com)
Laman fokus.tempo.co mengabarkan pula pada 3 Mei 2019, bahwa Peneliti tata air dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, berpendapat bahwa naturalisasi sungai sulit diterapkan di Ibu Kota (Jakarta). Sebab, naturalisasi memerlukan lahan luas di tepi sungai. Menurut dia, program normalisasi (pengerukan dan pembetonan) pinggir sungai dan danau lebih cocok diterapkan di Jakarta. “Kalau (naturalisasi) diterapkan di Papua atau Kalimantan bisa karena lahannya ada,”
Anies memastikan naturalisasi sungai di Jakarta selesai akhir 2019, dan ternyata program ini bisa disebut gagal dilaksanakan walaupun telah mengganti istilah. Banjir bukan saja terjadi di titik yang "langganan" banjir, melainkan juga di banyak tempat yang sudah beberapa tahun ini bebas banjir.
Menengok kembali berita pada akuratnews.com pada 28 April 2019, maka mengutip ucapan Viani Limardi kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang mengatakan, bahwa "Anggaran pencegahan banjir yang semula Rp 4,5 Triliun dalam rancangan APBD Perubahan 2018 dipangkas menjadi Rp 4,1 Triliun, artinya ada sekitar Rp 400 Miliar dana pencegahan banjir dialihkan ke pos lain, hal ini menunjukkan bahwa Pemrov DKI tidak menjadikan pencegahan banjir sebagai skala prioritas",
Menurut cnnindonesia.com pada 29 Agustus 2019, Total pemotongan anggaran mencapai Rp242 miliar. Meskipun tanpa mengganti nama program normalisasi sungai menjadi naturalisasi, anggaran untuk pengendalian banjir seharusnya lebih dari cukup, sehingga banjir bisa dicegah untuk menjadi bencana yang merugikan warga dan perekonomian ibukota RI, yang sedang disiapkan kepindahannya ke Kalimantan ini.
William Aditya Sarana anggota DPRD Jakarta yang terkenal karena ungkap keanehan pada Rancangan APBD DKI Jakarta (akurat.co). Anggota TGUPP diperkenalkan oleh Gubernur Anies Baswedan di Balai Kota (jawapos.com)
Memperhatikan situasi Jakarta pada awal tahun ini, sepertinya pembuatan rancangan anggaran memang harus dipolototi oleh Gubernur secara serius, bukan hanya oleh para pejabat yang bertugas. Begitu pula tim ahli yang disebut TGUPP yang mendapat jatah anggaran begitu besar sepertinya belum bekerja maksimal untuk memberi informasi dan solusi kepada gubernur.
Lalu bagaimana beda cara gubernur di era Anies Baswedan dan era sebelumnuya, khususnya di era Ahok Djarot? Mungkin acara talk show yang diselenggarakan oleh Komunitas SEMANGAT BARU INDONESIA atau SEMBARI pada video ini bisa memberi informasi tentang bagaimana perbedaannya.
Apakah anda punya pendapat lain tentang artikel atau video ini? Silahkan sampaikan curhat anda pada kolom di bawah ini, yang semoga bisa menjadi bahan perhatian PEMDA DKI Jakarta.
Selamat Tahun Baru untuk warga Jakarta & sekitarnya, tetap semangat.
0 Comments
Leave a Reply. |
|